Baiq Nuril, terpidana kasus pelanggaran UU ITE resmi mendapatkan amnesti (pengampunan) dari Presiden Joko Widodo. Hal tersebut disampaikan oleh Jokowi sendiri sebelum bertolak ke Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara di Bandara Halim Perdanakusuma, Senin (29/7).
“Tadi pagi, Keputusan Presiden (Keppres) untuk Ibu Baiq Nuril sudah saya tanda tangani, jadi silahkan Bu Baiq Nuril kalau mau diambil di istana silahkah, kapan saja sudah bisa diambil. Tapi yang jelas sudah saya tanda tangani tadi pagi,” ungkap Jokowi.
Ditambahkan Jokowi, ia pun tidak keberatan kalau memang Baiq Nuril ingin bertemu dengan dirinya nanti.
“Ya kalau Bu Baiq Nuril pengen ketemu ya diatur saja, saya kira dengan senang hati saya menerima,” tambahnya.
Sementara itu, kepada VOA kuasa hukum Baiq Nuril, Joko Jumadi, menyatakan terima kasih kepada Jokowi yang sudah memberikan amnesti tersebut kepada kliennya. Baiq Nuril, kata Joko, hingga saat ini masih berada di Jakarta dengan harapan untuk bisa bertemu dengan Jokowi untuk mengambil salinan Keppres amnesti dan juga berterimakasih secara langsung.
Joko pun sangat bersyukur akhirnya Baiq Nuril bisa mendapatkan amnesti tersebut setelah perjalanan panjang kasusnya dari tahun 2015. Menurutnya, kejadian ini merupakan hal yang luar biasa, dan mengubah sejarah Indonesia di mana amnesti diberikan kepada kasus non politik.
Ke depan, dengan adanya kasus seperti ini dan pemberian amnesti tersebut, ia berharap bahwa seharusnya kasus-kasus kekerasan atau pelecehan seksual terhadap perempuan seharusnya tidak perlu sampai kepada sebuah amnesti. Ia berharap aparat penegak hukum untuk lebih berpihak lagi terhadap perempuan yang menghadapi kasus serupa dengan Baiq Nuril.
“Harapan kita kasus seperti ini tidak sampai kepada amnesti ya, perlu keberpihakan dari aparat penegak hukum kepada kasus-kasus kekerasan seksual terhadap perempuan supaya lebih sigap dalam kasus-kasus seperti ini, sehingga harapannya kasus seperti ini tidak harus masuk ke proses hukum, bahkan sampai ke amnesti, ini sangat luar biasa,” ujar Joko.
Setelah berakhirnya kasus ini, menurut Joko belum ada rencana yang akan dilakukan oleh Baiq Nuril ke depannya. Untuk saat ini, Baiq Nuril hanya ingin menikmati waktu kebersamaan dengan anak-anaknya yang sempat hilang empat tahun belakangan ini.
Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Indonesia (MaPPI FHUI) dan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) dalam siaran pers bersama, Selasa (30/7) mengapresiasi langkah Presiden Joko Widodo dalam memberikan amnesti kepada Baiq Nuril tersebut.
Peneliti ICJR Maidina Rahmawati mengatakan pemberian amnesti ini merupakan salah satu bentuk sikap dari Presiden untuk menegaskan bahwa perlindungan bagi korban kekerasan seksual merupakan hal penting dalam penyelenggaraan negara. MaPPI FHUI dan ICJR menegaskan bahwa proses panjang sampai dengan pemberian amnesti kepada Baiq Nuril dari presiden tidak harus terjadi jika perbaikan sistem dilakukan.
“Kasus ini sebetulnya adalah tamparan keras bagi pemerintah, bahwa sistem peradilan pidana telah gagal melindungi warga Negara. Lewat kasus ini banyak hal harus dijadikan cambuk bagi Pemerintah dan DPR untuk melakukan reformasi dalam sistem peradilan pidana di Indonesia,” ungkap Maidina.
Maidina menjelaskan, berkaca dari perjalanan panjang keadilan bagi Baiq Nuril maka MaPPI FHUI dan ICJR menuntut, pertama, agar pemerintah dan DPR segera mengkonkretkan wacana revisi untuk perbaikan UU ITE, kesalahan-kesalahan UU ITE telah membuat korban yang seharusnya dilindungi justru dikriminalisasi.
Kedua, pemerintah dan DPR segera melakukan upaya-upaya untuk mendukung pembaruan hukum acara pidana dalam pembaruan KUHAP yang cenderung lamban direformasi, ketika sistem peradilan pidana bergerak begitu cepat.
Ketiga, pemerintah, DPR dan Mahkamah Agung dalam kewenangannya masing-masing secara seksama mengambil langkah-langkah untuk mengevaluasi aparat penegak hukum untuk menjamin adanya perspesktif perlindungan korban dalam kasus-kasus yang melibatkan kelompok rentan, seperti perempuan korban kekerasan seksual. [gi/ab]