Upaya Baiq Nuril, perempuan yang terjerat kasus UU ITE, untuk mendapatkan amnesti atau pengampunan dari Presiden Joko Widodo sudah di depan mata.
Tim Advokasi "Safe Baiq Nuril" yang juga Direktur Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu mengatakan bahwa Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) akan memberikan surat rekomendasi amnesti atas kasus hukum yang saat ini menjerat Baiq Nuril.
“Kabar baiknya adalah Kemenkumham tadi pagi meminta tim kami datang ke sana juga untuk kemudian Ibu Nuril bersama Menkumham menandatangani surat rekomendasi dari Menteri Hukum dan HAM terkait pemberian amnesti kepada Ibu Nuril, kepada Presiden Joko Widodo,” ungkap Erasmus di Kantor Staf Presiden (KSP), Jakarta, Kamis (11/7).
Surat rekomendasi tersebut, kata Erasmus, akan diteruskan kepada Presiden Jokowi sebagai dasar pertimbangan untuk pemberian amnesti kepada Baiq Nuril dan ia berharap Presiden akan segera memberikan amnesti tersebut.
Dengan pemberian surat rekomendasi amnesti ini, pihaknya berterima kasih kepada pemerintah, khususnya pihak Kemenkumham dan KSP yang terbuka untuk berdiskusi dan berkoordinasi terkait hal ini. Surat rekomendasi ini juga menjadi angin segar bagi para korban pelecehan dan kekerasan seksual, untuk berani berbicara dan menuntut adanya keadilan.
Ditambahkannya, dengan pemberian surat rekomendasi amnesti ini bukan berarti bahwa Presiden Jokowi melakukan intervensi, karena proses hukum pidana sudah selesai. Pemberian amnesti tersebut murni hanya sebagai kewenangan dan kewajiban seorang Presiden sebagai kepala negara.
“Ini perlu ditegaskan, bahwa Pak Presiden tidak melakukan intervensi sama sekali, karena proses hukum di sistem peradilan pidana kita sudah selesai. Jadi, Pak Presiden Joko Widodo sama sekali tidak melakukan intervensi dan ini merupakan kewenangan dan tanggung jawab beliau sebagai kepala negara, untuk pemberian amnesti kepada Ibu Nuril,” ujarnya.
Erasmus pun berharap, bahwa nantinya Presiden Joko Widodo dapat bertemu langsung dengan Baiq Nuril, untuk kemudian mendengar langsung permasalahannya selama ini. Selain itu, ia juga mengatakan bahwa DPR juga sudah merespons positif dan mendukung Baiq Nuril untuk sesegera mungkin diberi pengampunan atau amnesti dari Presiden Joko Widodo.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi V Kantor Staf Presiden Jaleswari Pramodawardhani mengatakan pemberian amnesti kepada Baiq Nuril merupakan kolaborasi yang baik dari masyarakat sipil, ahli, pakar hukum dan juga pemerintah dalam memperjuangkan keadilan bagi korban pelecehan seksual.
Mengenai proses pemberian amnesti untuk Baiq Nuril sendiri, Dhani mengatakan bahwa memang selama ini perhatian pemerintah khususnya Presiden Jokowi akan kasus kekerasan terhadap harus menjadi prioritas dalam penyelesaiannya. Karena itu Presiden membutuhkan masukan-masukan hukum dari banyak pihak sehingga proses ini berjalan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku, jelas Dhani.
“Saya rasa, Presiden merespons ini, ya karena Presiden sesuai dengan komitmennya bahwa antikekerasan terhadap perempuan ini harus menjadi perhatian dan pertimbangan hukum kita. Ini langsung diserahkan kepada kementerian yang selama ini mengurus itu. Jadi, Presiden butuh pertimbangan, masukan hukum dari Menkumham dan ini dilakukan dengan cepat dan diskusi dan kolaborasi dengan kawan-kawan semua. Ini sebuah proses yang penting untuk menjadi model ke depan bahwa proses hukum dilakukan dengan baik dengan mempertimbangkan berbagai hal seperti tidak ada intervensi, kemudian mekanismenya berjalan transparan, jadi publik juga ikut mengikuti kasus ini,” ungkap Dhani.
Ke depan pemerintah pun mewacanakan untuk dapat merevisi UU ITE, agar tidak ada lagi orang yang tidak bersalah menjadi korban pasal karet di UU ITE itu sendiri, sehingga keadilan pun dapat diperjuangkan. [gi/uh]