Ketegangan memuncak, Minggu (9/5), di Yerusalem timur setelah ratusan warga Palestina terluka dalam bentrokan akhir pekan dengan pasukan keamanan Israel, memicu kekhawatiran global bahwa kerusuhan dapat menyebar lebih jauh. Kekerasan di sekitar kompleks masjid Al-Aqsa itu, umumnya pada malam hari, adalah yang terburuk sejak 2017, didorong oleh upaya pemukim Yahudi selama bertahun-tahun untuk mengambil alih rumah-rumah orang Palestina di Yerusalem timur.
Sekitar 121 warga Palestina terluka dalam bentrokan Sabtu (8/5) malam. Banyak dari mereka terkena peluru karet dan granat kejut, kata Bulan Sabit Merah Palestina, menyampaikan jumlah korban terbaru. Polisi Israel mengatakan 17 petugas terluka.
Malam sebelumnya lebih 220 orang, umumnya warga Palestina, terluka setelah polisi Israel menyerbu Al-Aqsa karena, menurut mereka, warga Palestina melempar batu dan petasan ke arah petugas. Kekerasan itu memicu seruan internasional agar kedua pihak menahan diri.
Kantor Komisaris Tinggi HAM PBB menyerukan Israel agar menghentikan penggusuran paksa keluarga pengungsi Palestina yang tinggal di lingkungan Sheikh Jarrah di Yerusalem timur, meskipun Israel mengklaim warga Palestina mengeksploitasi potensi penggusuran untuk memicu kerusuhan. Juru bicara komisaris tinggi PBB, Rupert Colville, mengatakan Yerusalem timur tetap menjadi bagian wilayah Palestina yang diduduki. Israel, penguasa pendudukan, tidak dapat menyita properti pribadi atau memaksakan hukum sendiri di wilayah pendudukan, termasuk Yerusalem timur.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu membela tindakan Israel. "Kami akan menegakkan hukum dan ketertiban dengan tegas dan bertanggung jawab. Kami akan terus menjaga kebebasan beribadah bagi semua agama, tetapi kami tidak akan membiarkan gangguan kekerasan," tandasnya.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyebut Israel sebagai "negara teror" dan mengatakan Turki akan selalu mendukung Palestina. Ia mendesak negara-negara Muslim agar bertindak.
Empat negara Arab yang telah menormalisasi hubungan dengan Israel: Uni Emirat Arab, Bahrain, Maroko, dan Sudan - semuanya mengutuk tindakan Israel di Al-Aqsa. Mereka menyuarakan dukungan bagi demonstran Palestina. Sudan menyebut tindakan Israel di Yerusalem terhadap Palestina sebagai "penindasan", sedangkan Abu Dhabi mendesak pemerintah Israel "bertanggung jawab untuk meredam ketegangan." Kementerian luar negeri Tunisia menyerukan pertemuan Dewan Keamanan PBB Senin untuk membahas kekerasan yang meningkat.
Utusan Kuartet Timur Tengah: Uni Eropa, Rusia, Amerika, dan PBB menyatakan "sangat prihatin" dan menyerukan menahan diri. Amerika mendesak kedua pihak "menghindari langkah-langkah yang memperburuk ketegangan, termasuk penggusuran di Yerusalem timur, aktivitas permukiman, pembongkaran rumah dan aksi-aksi terorisme," kata Departemen Luar Negeri.
Rusia mengatakan perampasan tanah dan properti di wilayah Palestina yang diduduki, termasuk Yerusalem timur, adalah "pelanggaran hukum internasional". Yordania, penjaga Masjid Al Aqsa di Yerusalem timur, mengutuk "serangan barbar" Israel.
Paus Fransiskus, Minggu, meminta kedua pihak tenang. "Kekerasan hanya memicu kekerasan. Mari kita hentikan bentrokan ini," ujarnya.
Komisi Tinggi bagi Kembalinya Palestina bertemu di kota Gaza untuk membahas bentrokan tersebut. Koordinator komisi Khalid al-Batesh mengatakan, "Komisi Nasional menyerukan komunitas internasional dan lembaga HAM agar mengambil tindakan serius untuk menghentikan terorisme Zionis, terutama jika menyangkut apa yang terjadi di kota Yerusalem."
Hari Sabtu (8/5) malam, ribuan warga Palestina memadati kompleks masjid Al-Aqsa untuk tarawih menyambut apa yang diyakini sebagai malam Lailatulkadar. Situs itu juga suci bagi orang Yahudi yang menyebutnya Temple Mount. Polisi Israel memblokir jalan menuju Al Aqsa untuk membatasi akses ke Kota Tua dan menghindari "kerusuhan dengan kekerasan", yang secara efektif mencegah ratusan umat Islam untuk salat.
Sementara itu, Jaksa Agung Israel Minggu menangguhkan sidang pengadilan tentang rencana menggusur warga Palestina di Yerusalem, yang mengancam memicu lebih banyak kekerasan di kota itu dan meningkatkan kekhawatiran internasional. Sebelumnya, Mahkamah Agung, Senin, dijadwalkan mendengar banding atas rencana menggusur beberapa keluarga Palestina dari kawasan Sheikh Jarrah di Yerusalem Timur, yang direbut Israel dalam perang tahun 1967. [ka/lt]