Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Senin (11/3) membenarkan bahwa satu warga negara Indonesia ikut menjadi korban dalam kecelakaan pesawat Ethiopian Airlines ET302 yang jatuh di dekat Bishoftu, sekitar 35 mil tenggara ibukota Addis Ababa pada hari Minggu (10/3). Pesawat yang mengangkut banyak pejabat badan-badan PBB itu sedang dalam perjalanan menuju Nairobi, Kenya. Seratus lima puluh tujuh penumpang dan awak tewas dalam kecelakaan itu.
Retno menjelaskan begitu mengetahui kecelakaan yang menimpa Ethiopian Airlines tersebut, dua kedutaan besar Indonesia di Addis Ababa dan Nairobi langsung bergerak mencari informasi.
"Setelah kita mencari informasi kemudian kita mendapat informasi dan dikonfirmasikan bahwa terdapat satu warga negara Indonesia yang tinggal di Roma, yang menjadi salah satu korban dari kecelakaan pesawat tersebut," kata Retno.
Retno menambahkan Duta Besar Indonesia di Roma sudah menghubungi keluarga korban dan mendatangi keluarga korban untuk menyampaikan belasungkawa dan mengumpulkan informasi. Perempuan Indonesia itu menikah dengan warga negara Italia. Namun Retno Marsudi menolak memberitahu identitas lain, termasuk nama korban.
Direktur Eksekutif WFP (Program pangan Dunia) David Beasley dalam pernyataan tertulisnya mengatakan warga negara Indonesia yang tewas dalam kecelakaan pesawat di Ethiopia itu merupakan staf WFP bernama Harina Haftiz. Harina termasuk dalam tujuh staf WFP yang tewas, selebihnya adalah warga negara Nepal, Italia, China, Irlandia, dan Serbia.
Pesawat Ethiopian Airlines yang jatuh kemarin tersebut sama dengan jenis pesawat Lion Air, maskapai asal Indonesia, yang juga jatuh di laut pada Oktober lalu, dan menewaskan 189 penumpang dan krunya.
Musibah yang menimpa Ethiopian Airlines ini menewaskan 157 orang, yang berasal dari 35 negara. Korban terbanyak adalah warga negara Kenya (32 orang), Kanada (18), Amerika Serikat (18), dan Inggris (7).
Pemerintah China, Ethiopia dan Indonesia hari Senin (11/3) mengeluarkan larangan terbang sementara terhadap semua pesawat jenis Boeing 737 MAX 8.
Media China, Caijing melaporkan, maskapai domestik yang mengoperasikan sekitar 60 pesawat Boeing 737 Max 8 telah menerima pesan dari Administrasi Penerbangan Sipil Cina (CAAC), dan menghentikan penggunaannya pada Ahad (10/3) lalu.
Sementara di Indonesia, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Polana B. Pramesti mengatakan, larangan terbang sementara itu diambil untuk menjamin keselamatan penerbangan di Indonesia. Pelarangan ini lanjutnya juga untuk memastikan pesawat jenis tersebut yang beroperasi di Indonesia dalam kondisi laik terbang.
Sejauh ini pengawasan untuk pengoperasian pesawat jenis Boeing 737 Max 8 sudah dilakukan sejak 30 Oktober 2018 atau pasca kecelakaan pesawat Lion Air JT610 beberapa waktu lalu.
Sebelumnya, Ketua komisi V DPR yang membidangi soal perhubungan Fary Djemi Francis meminta pemerintah memeriksa dengan baik pesawat-pesawat jenis itu. “Audit terutama pesawat-pesawat yang dari sisi safety, security, kenyamanan menjadi banyak keluhan pada masyarakat” ungkap Fary. (fw/em)