Tautan-tautan Akses

Ketegangan Memanas, Jepang dan China Pakai Cara Komunikasi 'Jadul' Saluran Siaga


Boat Garda Pantai Filipina melewati kapal Garda Pantai Jepang Akitsushima dalam latihan bersama antara AS, Jepang, Filipina di dekat Laut China Selatan, di Provinsi Bataan, Filipina, 6 Juni 2023. (Foto: Aaron Favila/AP Photo)
Boat Garda Pantai Filipina melewati kapal Garda Pantai Jepang Akitsushima dalam latihan bersama antara AS, Jepang, Filipina di dekat Laut China Selatan, di Provinsi Bataan, Filipina, 6 Juni 2023. (Foto: Aaron Favila/AP Photo)

Baru beberapa hari lalu, kapal-kapal garda pantai Jepang dan China kembali berseteru mengenai kepulauan berbatu di Laut China Timur yang diklaim oleh masing-masing negara.

Insiden pada 1 November di kepulauan yang disebut oleh Jepang sebagai Senkaku dan Diaoyu di China, adalah pengulangan insiden yang mirip pada 17 Oktober.

Pertikaian seperti ini berpotensi meningkat karena kurangnya komunikasi. Untuk alasan ini lah pada 16 Mei 2023, Menteri Pertahanan Jepang Yasukazu Hamada yang menjabat saat itu, menelepon Menteri Pertahanan China saat itu, Li Shangfu.

Meski hubungan bilateral yang kadang bermasalah, panggilan telepon itu bukan untuk memberi peringatan atau menyampaikan kekhawatiran. Namun, hanya untuk menguji jalur komunikasi baru yang telah dibuka antara otoritas pertahanan antar kedua negara, yaitu cara komunikasi jadul melalui sambungan telepon langsung saluran siaga atau hotline.

"Biasanya, saluran siaga dimaksudkan untuk meningkatkan komunikasi dan kejelasan selama masa krisis," kata Stephen R. Nagy, pengamat politik di International Christian University di Tokyo, Jepang, melalui surel kepada VOA.

"Jika mereka memang benar-benar menggunakan itu [saluran siaga] untuk tujuan itu, kita mungkin akan menyaksikan peran [saluran siaga] sebagai alat penting untuk menstabilisasi hubungan."

Gagasan tentang saluran siaga mungkin pertama kali menarik perhatian publik pada 1963 setelah Krisis Rudal Kuba. Namun gagasan tersebut berasal dari hubungan yang dibangun antara Presiden Franklin D. Roosevelt dan Perdana Menteri Inggris Winston Churchill selama Perang Dunia II.

Saluran siaga yang ada saat ini seperti antara Jepang dan China terdapat di antara sekutu dan pihak-pihak yang berpotensi menimbulkan perselisihan. Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengumumkan saluran siaga juga akan dibuat untuk Jepang, Korea Selatan dan AS, ketika ketiga negara bertemu di Kamp David, pada Agustus.

Pada 17 Oktober, kantor berita Korea Selatan Yonhap melaporkan bahwa AS, Jepang dan Korea Selatan telah membuat saluran siaga tiga arah untuk mengkoordinasikan respons terhadap berbagai keprihatinan di Pasifik barat.

Kepulauan tak berpenghuni yang menjadi sengketa antara Jepang dan China, yaitu Uotsuri (atas), Minamikojima (bawah) dan Kitakojima, September 2012. (Foto: Kyodo/Reuters)
Kepulauan tak berpenghuni yang menjadi sengketa antara Jepang dan China, yaitu Uotsuri (atas), Minamikojima (bawah) dan Kitakojima, September 2012. (Foto: Kyodo/Reuters)

Bagi Jepang dan China, harapan bahwa saluran siaga bilateral diaktifkan pada akhir Maret akan membantu memperkuat hubungan yang kadang-kadang bisa peka.

"Mekanisme seperti saluran siaga (ini) yang membantu membangun kepercayaan antara Jepang dan China adalah sangat penting. Dalam hal itu, peresmian saluran siaga ini sangat penting," kata Atsurō Wada, pejabat di Seksi China dan Mongolia di Kementerian Luar Negeri Jepang.

Kedutaan Besar China di Tokyo menolak untuk berkomentar. Namun, dalam pernyataan resmi mengenai saluran siaga itu yang dikeluarkan pada Maret, Kementerian Pertahanan Nasional China mengatakan "Pembuatan sambungan langsung telepon akan memperkaya secara efekti saluran-saluran komunikasi China-Jepang, memperkuat kapabilitas kedua belah pihak untuk mengatur dan mengontrol krisis maritim dan udara, serta membantu menjaga perdamaian dan stabilitas regional."

Ketegangan bilateral masih terus meningkat. Kapal Angkatan Laut dan Garda Pantai China dan Jepang juga kerap berpapasan di perairan barat daya Jepang.

"Jepang telah mengkhawatirkan eskalasi di Laut Cina Timur, Laut Cina Selatan, dan Selat Taiwan sejak awal 1990-an ketika partai-partai nasionalis dari kedua belah pihak saling beradu argumen mengenai klaim kaum nasionalis atas Kepulauan Senkaku," kata Nagy.

"Dengan China meningkatkan kapabilitas militer secara substansial dan penggunaan kapal-kapal pedagang untuk memperkuat klaim mereka, kemungkinan terjadinya konflik – baik tidak disengaja maupun disengaja – telah meningkat," imbuhnya.

Robert Dujarric, salah satu direktur di Institute of Contemporary Asian Studies di Temple University Japan mengatakan bahwa saluran siaga bisa membantu meredam situasi-situasi tertentu.

"Jika sebuah kapal menabrak kapal lainnya atau ada pesawat-pesawat yang hilang, [pihak yang khawatir] bisa mengatakan 'Ini yang terjadi dan ini adalah kecelakaan,'" kata Dujarric.

"Namun, hal itu tergantung pada siapa yang akan mengangkat teleponnya, dan apakah orang tersebut punya otoritas atau kekuasaan untuk melakukan sesuatu," tambahnya. [ft/ah]

Recommended

XS
SM
MD
LG