JAKARTA —
Mengumumkan hasil investigasinya Selasa (18/12), Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyatakan sebab kecelakaan pesawat jet Rusia di Jawa Barat awal tahun ini adalah karena kesalahan awak kabin, dalam hal ini pilot.
Ketua KNKT Tatang Kurniadi menjelaskan lembaga tersebut tidak menemukan adanya kerusakan sistem pada pesawat Sukhoi Superjet 100, sementara pilot tidak menyadari kondisi Gunung Salak di Bogor, tempat kecelakaan terjadi.
Pilot dan ko-pilot, menurut Tatang, mengabaikan peringatan dari sistem peringatan (sistem pesawat), sesaat sebelum pesawat menabrak tebing Gunung Salak pada 9 Mei 2012.
Pemeriksaan didasarkan pada hasil investigasi kotak hitam atau black box pesawat, yang dilakukan bersama dengan pihak Rusia sebagai produsen Sukhoi.
“Pesawat menabrak tebing Gunung Salak dengan ketinggian sekitar 6000 kaki di atas permukaan laut. Tiga puluh delapan detik sebelum benturan, Terrain Awareness Warning Sistem (TAWS), suatu alat peringatan di dalam pesawat membuat peringatan berupa bunyi suara: ‘Terrain Ahead Pull Up’ yang artinya: di depan ada tebing, angkat pesawat. Dan diikuti oleh 6 kali suara peringatan: ‘Avoid Terrain’ (hindari tebing),” ujar Tatang.
“Pilot malah mematikan TAWS itu. Si pilot berasumsi bahwa peringatan-peringatan tersebut diakibatkan oleh database yang bermasalah. Tujuh detik menjelasng tabrakan terdengar peringatan berupa: ‘Landing Gear Not Down’ (peralatan pendaratan tidak keluar), yang berasal dari sistem keselamatan pesawat.”
Tatang menambahkan, enam hari setelah jatuhnya pesawat Sukhoi tersebut, tim Search and Rescue (SAR) dan KNKT telah menemukan perekam suara Cockpit Voice Recorder (CVR) yang ditemukan dalam kondisi hangus, namun modul memori yang berisi dua jam rekaman masih dalam keadaan baik.
Kemudian pada 31 Mei, perekam data Flight Data Recorder/Black Box yang berisi rekam kondisi pengoperasian pesawat selama 150 jam dari 471 parameter, ditemukan dalam kondisi baik. Dari hasil analisa, menurut Tatang, tidak ditemukan adanya kerusakan sistem pada pesawat selama penerbangan.
Tim investigasi KNKT, ujar Tatang, juga memastikan, benturan pesawat dapat cepat dihindari, jika langsung menghindar sampai dengan 24 detik setelah peringatan pertama. Tim juga menemukan adanya pengalihan perhatian dari awak pesawat dari percakapan yang berkepanjangan dan tidak terkait dengan penerbangan.
“Hasil simulasi yang dilakukan setelah kejadian diketahui bahwa TAWS berfungsi dengan baik dan memberikan peringatan dengan benar. Simulasi juga menunjukkan bahwa benturan dapat dihindari jika dilakukan tindakan mengindar sampai 24 detik setelah peringatan TAWS yang pertama,” ujar Tatang.
“Terjadi pengalihan perhatian terhadap awak pesawat dari percakapan yang berkepanjangan dan tidak terkait dengan penerbangan, yang telah menyebabkan pilot yang menerbangkan pesawat tidak dengan segera merubah arah pesawat ketika orbit dan pesawat keluar dari orbit tanpa sengaja.”
Tatang menegaskan, hasil investigasi KNKT ini adalah bagian dari tanggung jawab pemerintah atas kecelakaan yang terjadi. Investigasi ini menurut Tatang bukan untuk menyalahkan pihak manapun termasuk melakukan proses hukum.
Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Mikhail Yurievich Galuzin, mengatakan, hasil investigasi penyebab jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 merupakan laporan obyektif dan seimbang.
“Kesimpulan dan isi laporan telah diterima oleh semua pihak yang terlibat, yaitu Rusia, Prancis dan Amerika Serikat,” ujarnya.
Sebelum dilakukannya pengumuman investigasi KNKT ini, Kementerian Perhubungan pada 22 November telah mengeluarkan izin pesawat Sukhoi Superjet 100 untuk mengudara. Trigama Rekatama, selaku agen Sukhoi di Indonesia, memastikan awal 2013, sebanyak 12 pesawat Sukhoi Superjet 100 sudah dapat beroperasi di Indonesia bagian timur.
Pesawat yang dapat memuat 80-90 penumpang ini, akan digunakan oleh maskapai Sky Aviation. Sebelumnya, pada Februari 2012, pesawat ini juga mendapat Type Certificate dari European Aviation Safety Agency (EASA).
Pesawat Sukhoi Superjet 100 yang jatuh di Gunung Salak Bogor pada Mei 2012 itu, mengakibatkan 45 orang tewas: dua orang pilot, satu orang navigator, satu teknisi uji penerbangan dan 41 orang penumpang.
Penumpang tersebut terdiri dari empat personel dari Sukhoi Civil Aircraft Company (SCAC), satu orang pabrik mesin pesawat (SNECMA), dan 36 tamu undangan, terdiri dari 34 orang warga negara Indonesia, satu warga negara Amerika dan warga negara Perancis. Pesawat Superjet 100 itu jatuh saat melakukan penerbangan uji coba dari Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta.
Ketua KNKT Tatang Kurniadi menjelaskan lembaga tersebut tidak menemukan adanya kerusakan sistem pada pesawat Sukhoi Superjet 100, sementara pilot tidak menyadari kondisi Gunung Salak di Bogor, tempat kecelakaan terjadi.
Pilot dan ko-pilot, menurut Tatang, mengabaikan peringatan dari sistem peringatan (sistem pesawat), sesaat sebelum pesawat menabrak tebing Gunung Salak pada 9 Mei 2012.
Pemeriksaan didasarkan pada hasil investigasi kotak hitam atau black box pesawat, yang dilakukan bersama dengan pihak Rusia sebagai produsen Sukhoi.
“Pesawat menabrak tebing Gunung Salak dengan ketinggian sekitar 6000 kaki di atas permukaan laut. Tiga puluh delapan detik sebelum benturan, Terrain Awareness Warning Sistem (TAWS), suatu alat peringatan di dalam pesawat membuat peringatan berupa bunyi suara: ‘Terrain Ahead Pull Up’ yang artinya: di depan ada tebing, angkat pesawat. Dan diikuti oleh 6 kali suara peringatan: ‘Avoid Terrain’ (hindari tebing),” ujar Tatang.
“Pilot malah mematikan TAWS itu. Si pilot berasumsi bahwa peringatan-peringatan tersebut diakibatkan oleh database yang bermasalah. Tujuh detik menjelasng tabrakan terdengar peringatan berupa: ‘Landing Gear Not Down’ (peralatan pendaratan tidak keluar), yang berasal dari sistem keselamatan pesawat.”
Tatang menambahkan, enam hari setelah jatuhnya pesawat Sukhoi tersebut, tim Search and Rescue (SAR) dan KNKT telah menemukan perekam suara Cockpit Voice Recorder (CVR) yang ditemukan dalam kondisi hangus, namun modul memori yang berisi dua jam rekaman masih dalam keadaan baik.
Kemudian pada 31 Mei, perekam data Flight Data Recorder/Black Box yang berisi rekam kondisi pengoperasian pesawat selama 150 jam dari 471 parameter, ditemukan dalam kondisi baik. Dari hasil analisa, menurut Tatang, tidak ditemukan adanya kerusakan sistem pada pesawat selama penerbangan.
Tim investigasi KNKT, ujar Tatang, juga memastikan, benturan pesawat dapat cepat dihindari, jika langsung menghindar sampai dengan 24 detik setelah peringatan pertama. Tim juga menemukan adanya pengalihan perhatian dari awak pesawat dari percakapan yang berkepanjangan dan tidak terkait dengan penerbangan.
“Hasil simulasi yang dilakukan setelah kejadian diketahui bahwa TAWS berfungsi dengan baik dan memberikan peringatan dengan benar. Simulasi juga menunjukkan bahwa benturan dapat dihindari jika dilakukan tindakan mengindar sampai 24 detik setelah peringatan TAWS yang pertama,” ujar Tatang.
“Terjadi pengalihan perhatian terhadap awak pesawat dari percakapan yang berkepanjangan dan tidak terkait dengan penerbangan, yang telah menyebabkan pilot yang menerbangkan pesawat tidak dengan segera merubah arah pesawat ketika orbit dan pesawat keluar dari orbit tanpa sengaja.”
Tatang menegaskan, hasil investigasi KNKT ini adalah bagian dari tanggung jawab pemerintah atas kecelakaan yang terjadi. Investigasi ini menurut Tatang bukan untuk menyalahkan pihak manapun termasuk melakukan proses hukum.
Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Mikhail Yurievich Galuzin, mengatakan, hasil investigasi penyebab jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 merupakan laporan obyektif dan seimbang.
“Kesimpulan dan isi laporan telah diterima oleh semua pihak yang terlibat, yaitu Rusia, Prancis dan Amerika Serikat,” ujarnya.
Sebelum dilakukannya pengumuman investigasi KNKT ini, Kementerian Perhubungan pada 22 November telah mengeluarkan izin pesawat Sukhoi Superjet 100 untuk mengudara. Trigama Rekatama, selaku agen Sukhoi di Indonesia, memastikan awal 2013, sebanyak 12 pesawat Sukhoi Superjet 100 sudah dapat beroperasi di Indonesia bagian timur.
Pesawat yang dapat memuat 80-90 penumpang ini, akan digunakan oleh maskapai Sky Aviation. Sebelumnya, pada Februari 2012, pesawat ini juga mendapat Type Certificate dari European Aviation Safety Agency (EASA).
Pesawat Sukhoi Superjet 100 yang jatuh di Gunung Salak Bogor pada Mei 2012 itu, mengakibatkan 45 orang tewas: dua orang pilot, satu orang navigator, satu teknisi uji penerbangan dan 41 orang penumpang.
Penumpang tersebut terdiri dari empat personel dari Sukhoi Civil Aircraft Company (SCAC), satu orang pabrik mesin pesawat (SNECMA), dan 36 tamu undangan, terdiri dari 34 orang warga negara Indonesia, satu warga negara Amerika dan warga negara Perancis. Pesawat Superjet 100 itu jatuh saat melakukan penerbangan uji coba dari Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta.