SOLO —
Keringat bercucuran di wajah puluhan perempuan yang sedang menggendong sekarung bawang merah di Pasar Legi Solo, Jumat pagi (8/3).
Dengan badan membungkuk, para perempuan buruh angkut berjalan tertatih menaiki puluhan anak tangga menuju ke dalam bangunan pasar. Setelah mendapat upah, mereka beristirahat sejenak sambil saling pijat di pinggir bangunan pasar.
Salah seorang perempuan buruh angkut, Sarmini, mengatakan sudah menjalani pekerjaan ini lebih dari 10 tahun. Menurut Sarmini, demi menghidupi keluarga, rasa lelah dan upah yang rendah tetap dilakoninya.
“Teman saya sesama perempuan buruh angkut di pintu pasar ini saja ada 18 orang, belum lagi di pintu-pintu pasar sebelah sana. Ini ibu-ibu buruh gendong semua. Kalau ada kerjaan, membawa lima sak atau karung bawang merah sekali angkut, ya kira-kira satu kuintal atau 100 kilogram beratnya,” ujar Sarmini.
Upah sekali angkut sampai lantai dua bangunan pasar adalah Rp 4.000, ujarnya.
“Sehari tidak tentu dapat banyak, kalau sepi kadang cuma Rp 20 ribu. Kalau ramai ya kadang Rp 40.000-Rp 50.000. Lha kita mau kerja apa lagi mas selain ini, ya ini cuma cari uang membantu ekonomi keluarga, biar bisa tetap makan dan sekolah.”
Para perempuan buruh angkut di Pasar Legi Solo ini hilir mudik sepanjang hari mengangkut karung atau kardus. Puluhan truk pengangkut sembilan bahan pokok terus berdatangan di pasar ini.
Bagi Eddy, pedagang sembako di Pasar Legi Solo ini, keberadaan perempuan buruh angkut di Pasar ini sangat membantu memindahkan pasokan barang dagangan.
“Para perempuan buruh angkut di Pasar Legi Solo ini sangat membantu kami Mereka kan diambil dari berbagai desa untuk bekerja di sini. Mereka sangat membantu betul bagi kami. Kalau tidak ada mereka, ya kami juga susah. Justru jarang ada buruh angkut yang laki-laki. Para perempuan buruh angkut ini justru lebih kuat, lebih perkasa dibanding laki-laki,” ujarnya.
Lembaran uang ribuan terus dikumpulkan para perempuan buruh angkut ini demi menghidupi keluarganya. Biaya hidup dan biaya pendidikan yang semakin mahal, membuat para perempuan buruh angkut di Pasar Legi Solo bekerja ekstra keras.
Dengan badan membungkuk, para perempuan buruh angkut berjalan tertatih menaiki puluhan anak tangga menuju ke dalam bangunan pasar. Setelah mendapat upah, mereka beristirahat sejenak sambil saling pijat di pinggir bangunan pasar.
Salah seorang perempuan buruh angkut, Sarmini, mengatakan sudah menjalani pekerjaan ini lebih dari 10 tahun. Menurut Sarmini, demi menghidupi keluarga, rasa lelah dan upah yang rendah tetap dilakoninya.
“Teman saya sesama perempuan buruh angkut di pintu pasar ini saja ada 18 orang, belum lagi di pintu-pintu pasar sebelah sana. Ini ibu-ibu buruh gendong semua. Kalau ada kerjaan, membawa lima sak atau karung bawang merah sekali angkut, ya kira-kira satu kuintal atau 100 kilogram beratnya,” ujar Sarmini.
Upah sekali angkut sampai lantai dua bangunan pasar adalah Rp 4.000, ujarnya.
“Sehari tidak tentu dapat banyak, kalau sepi kadang cuma Rp 20 ribu. Kalau ramai ya kadang Rp 40.000-Rp 50.000. Lha kita mau kerja apa lagi mas selain ini, ya ini cuma cari uang membantu ekonomi keluarga, biar bisa tetap makan dan sekolah.”
Para perempuan buruh angkut di Pasar Legi Solo ini hilir mudik sepanjang hari mengangkut karung atau kardus. Puluhan truk pengangkut sembilan bahan pokok terus berdatangan di pasar ini.
Bagi Eddy, pedagang sembako di Pasar Legi Solo ini, keberadaan perempuan buruh angkut di Pasar ini sangat membantu memindahkan pasokan barang dagangan.
“Para perempuan buruh angkut di Pasar Legi Solo ini sangat membantu kami Mereka kan diambil dari berbagai desa untuk bekerja di sini. Mereka sangat membantu betul bagi kami. Kalau tidak ada mereka, ya kami juga susah. Justru jarang ada buruh angkut yang laki-laki. Para perempuan buruh angkut ini justru lebih kuat, lebih perkasa dibanding laki-laki,” ujarnya.
Lembaran uang ribuan terus dikumpulkan para perempuan buruh angkut ini demi menghidupi keluarganya. Biaya hidup dan biaya pendidikan yang semakin mahal, membuat para perempuan buruh angkut di Pasar Legi Solo bekerja ekstra keras.