Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Michele Bachelet, melaporkan pelanggaran hak asasi manusia dan penyiksaan yang meluas di Filipina terus dilakukan dengan impunitas di seluruh negeri. Laporan Bachelet itu telah diserahkan ke Dewan Hak Asasi Manusia PBB.
Perang terhadap narkoba yang dilakukan oleh Presiden Filipina Rodrigo Duterte telah merenggut ribuan nyawa. Angka resmi pemerintah tahun lalu menyebutkan jumlahnya hampir 6.000. Organisasi hak asasi manusia mengklaim lebih dari 20.000 telah tewas sejak 2016, sebagian besar oleh pasukan keamanan negara itu.
Kepala HAM PBB Bachelet mencatat beberapa langkah kecil sedang diambil untuk mencegah pembunuhan di luar proses hukum. Langkah itu termasuk penggunaan kamera yang wajib dikenakan di tubuh dan alat perekam alternatif dalam operasi polisi.
Terlepas dari langkah-langkah ini, Bachelet mengatakan ia terus menerima laporan yang meresahkan tentang pelanggaran hak asasi manusia dan penyiksaan yang parah, termasuk pembunuhan oleh pasukan keamanan dan polisi dalam operasi kontra-narkotika dan kontra-pemberontakan.
“Pembunuhan oleh orang-orang yang diduga main hakim sendiri juga terus dilaporkan, dengan hampir tidak ada informasi tentang segala bentuk pertanggungjawaban. Kami juga telah menerima laporan pelanggaran oleh 'Tentara Rakyat Baru' dari Partai Komunis Filipina, termasuk pembunuhan warga sipil, perekrutan anak-anak, dan pemerasan,” ujar Bachelet.
Bachelet mengecam pelecehan, ancaman, dan pembunuhan para pembela hak asasi manusia dan aktivis lainnya. Dia mengatakan pasukan keamanan dan pelanggar lainnya jarang dimintai pertanggungjawaban atas kejahatan ini.
“Saya masih sangat prihatin dengan berlanjutnya laporan dari apa yang disebut “penandaan merah” terhadap pembela hak asasi manusia dan lingkungan, jurnalis, aktivis serikat pekerja, pekerja gereja, dan pekerja kemanusiaan yang secara terbuka mencap mereka sebagai Komunis untuk mendiskreditkan pekerjaan hak asasi manusia mereka dan dukungan serangan terhadap mereka,” tandasnya.
Komisaris Tinggi itu menyerukan kepada semua pihak untuk mengakhiri retorika buruk yang membahayakan kehidupan dan kesejahteraan aktivis sipil. Ia mengatakan serangan terhadap media independen, memaafkan pembunuhan di luar proses hukum dan pelanggaran serta perlakuan kejam lainnya harus dihentikan.
Ia mencatat langkah itu sangat penting sekarang karena Filipina menuju tahun pemilihan ketika retorika politik dapat berubah menjadi kekerasan. Pemilihan presiden dan wakil presiden Filipina akan diadakan Mei mendatang sebagai bagian dari pemilihan umum di negara itu. [my/lt]