Serangkaian kekerasan terhadap sasaran sipil di Afghanistan pada bulan ini telah memicu debat tentang nasib kesepakatan damai yang dimediasi oleh Amerika.
Sebagian pakar memperingatkan bahwa serangan brutal seperti serangan terhadap rumah sakit bersalin di Kabul berisiko menghambat proses perdamaian yang rapuh.
Serangan pria bersenjata pada 12 Mei di rumah sakit bersalin Dasht-e-Barchi di Kabul telah menewaskan sedikitnya 24 orang, termasuk 16 ibu. Terkejut dengan serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya, pemerintah Afghanistan bertekad untuk membalas kematian dengan mengubah posturnya dari pertahanan menjadi ofensif terhadap Taliban.
Scott Worden, direktur program Afghanistan dan Asia Tengah di US Institute of Peace (USIP) di Washington, mengatakan kepada VOA bahwa serangan rumah sakit bersalin itu berarti pemerintah Afghanistan akan memiliki waktu yang sulit untuk membuat “semacam konsesi kepada kelompok pemberontak sementara kekejaman seperti itu terus terjadi.”
Insiden di rumah sakit bersalin itu, kata Worden, sesuai dengan pola serangan ISIS. Namun, “memang benar bahwa pemberontak Taliban menciptakan peluang dan ruang bagi kelompok-kelompok seperti ISIS untuk beroperasi.”
Dia mengatakan bahwa Taliban harus memberikan jaminan bahwa pihaknya akan mengurangi kekerasan demi menciptakan “suasana yang kondusif untuk pembicaraan.” [lt/ft]