Tautan-tautan Akses

Mahkamah Agung AS Pertimbangkan Pembatasan pada Aborsi


Kelompok pro dan anti aborsi sama-sama melakukan aksi unjuk rasa di luar gedung Mahkamah Agung AS di Washington DC, Rabu (1/12).
Kelompok pro dan anti aborsi sama-sama melakukan aksi unjuk rasa di luar gedung Mahkamah Agung AS di Washington DC, Rabu (1/12).

Protes-protes dilakukan di Washington pada hari Rabu (2/12) di kedua sisi perdebatan warga Amerika selama beberapa dekade mengenai aborsi ketika Mahkamah Agung AS mendengar argumen mengenai undang-undang negara bagian yang akan melarang praktik tersebut.

Demonstrasi-demonstrasi itu menjadi tantangan bagi hak aborsi di Amerika. Suara-suara protes yang keras di luar terdengar dari dalam gedung Mahkamah Agung AS.

Mahkamah Agung AS Rabu (1/12) mempertimbangkan undang-undang negara bagian Mississippi yang melarang sebagian besar aborsi setelah 15 minggu kehamilan. Pertanyaan yang membara sekarang: akankah para hakim agung membatalkan keputusan penting Roe v Wade tahun 1973 yang memberi hak konstitusional untuk melakukan aborsi?

Cathy Renna seorang pengunjuk rasa mengatakan, “Ini adalah tantangan terbesar bagi Roe versus Wade dalam beberapa dekade.”

Undang-undang Mississippi itu mengurangi jangka waktu bagi perempuan untuk bisa memilih aborsi. Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, AS (CDC) menunjukkan hampir semua aborsi — 92% — terjadi dalam 13 minggu pertama kehamilan. Itu sebelum larangan Mississippi trersebut berlaku.

Pengunjuk rasa Krista Corbello dan Savannah Ackerman ingin MA melarang aborsi. “Saya rasa aborsi adalah semacam perilaku barbar. Ini adalah praktik lama. Aborsi telah mengecewakan perempuan dan keluarga selama lebih dari 50 tahun.”

Kelompok anti aborsi melakukan unjuk rasa di Washington DC, Rabu (1/12).
Kelompok anti aborsi melakukan unjuk rasa di Washington DC, Rabu (1/12).

Savannah Ackerman mengatakan, “Maksud saya, saya kira setiap kehidupan yang diselamatkan sangatlah monumental. Yang kami saksikan saat ini adalah menempatkan larangan dengan benar di mana setiap negara lain di dunia melakukannya.”

Komentar itu digaungkan oleh sebagian anggota Kongres.

Senator dari Partai Republik Steve Daines berbicara sebelum MA mengadakan sidangnya hari Rabu. “Kita memiliki kesempatan untuk mengakhiri rezim aborsi ekstrim yang diberlakukan secara hukum yang bisa disamakan dengan negara-negara seperti China dan Korea Utara. Amerika adalah salah satu dari tujuh negara yang mengizinkan aborsi pada kehamilan tua.”

Di sisi lain, ada yang merasa bahwa perempuan berhak untuk mengakhiri kehamilan tanpa campur tangan pemerintah. Seperti Anggota Kongres dari Partai Demokrat Lois Frankel dan pengunjuk rasa Alison Turkos.

“Upaya anti-aborsi ini adalah tentang politisi yang mengendalikan tubuh perempuan. Ini tentang politisi yang mengambil keputusan pribadi orang lain untuk mengakses layanan kesehatan yang mereka butuhkan,” ujar Lois.

Kelompok pro aborsi melakukan unjuk rasa di Washington, DC Rabu (1/12).
Kelompok pro aborsi melakukan unjuk rasa di Washington, DC Rabu (1/12).

Sementara, Alison mengatakan, “Saya sendiri tidak pernah melakukan aborsi, tetapi ada kemungkinan suatu hari saya akan membutuhkannya. Dan ini mengenai keadilan aborsi dan membebaskan aborsi.”

Presiden Joe Biden mendukung undang-undang aborsi saat ini. “Saya mendukung Roe v. Wade. Saya kira itu adalah sikap rasional untuk diambil,” katanya.

Penentang aborsi mengandalkan mayoritas konservatif 6-3 di Mahkamah Agung untuk memberi mereka kemenangan yang telah lama diinginkan. Dalam berlangsung argumen lisan, Hakim Agung Sonia Sotomayor memperingatkan dampak buruk pada MA jika dianggap mengalah pada tekanan politik. “Jika orang benar-benar yakin semuanya politis, bagaimana kita akan bertahan?," ujar Sotomayor.

Pengunjuk rasa membawa foto-foto 9 Hakim Agung AS yang akan menentukan apakah larangan aborsi di negara bagian konstitusional (1/12).
Pengunjuk rasa membawa foto-foto 9 Hakim Agung AS yang akan menentukan apakah larangan aborsi di negara bagian konstitusional (1/12).

Menegakkan hukum Mississippi akan membuka pintu bagi negara bagian lain yang mengesahkan undang-undang pelarangan yang sama.

Hakim Agung John Roberts mengatakan, “Kelangsungan hidup (janin) menurut saya, tidak ada hubungannya dengan pilihan (dalam aborsi). Tetapi jika ini benar-benar masalah pilihan, mengapa 15 minggu tidak cukup waktu (bagi perempuan untuk memutuskan)?,” ujarnya.

Mahkamah Agung AS akan mengumumkan keputusannya mengenai aborsi tahun depan. [my/lt]

XS
SM
MD
LG