Saat pertarungan hukum berlangsung di pengadilan, pemerintah Biden meminta Mahkamah Agung Amerika untuk memblokir undang-undang di negara bagian Texas yang melarang sebagian besar aborsi di wilayah itu.
Departemen Kehakiman pada Senin (18/10) meminta Mahkamah Agung untuk mengubah keputusan pengadilan banding yang memungkinkan aturan hukum itu tetap berlaku, sementara litigasi atas kebijakan itu berlanjut.
Undang-undang yang didukung Partai Republik itu melarang aborsi setelah terdeteksinya detak jantung dalam embrio, yang biasanya terjadi pada usia kehamilan enam minggu; saat di mana sebagian perempuan bahkan tidak menyadari bahwa mereka hamil.
Undang-undang itu juga mengizinkan warga masyarakat untuk menuntut orang yang mungkin telah memfasilitasi aborsi setelah janin berusia enam minggu.
Mahkamah Agung sebenarnya telah memutuskan isu ini sebelumnya dalam gugatan hukum yang diajukan oleh para penyedia layanan aborsi. Dengan suara 5 banding 4, Mahkamah Agung pada September lalu mengizinkan tetap berlakunya undang-undang itu sementara pertarungan hukum berlanjut.
Namun Mahkamah Agung belum memutuskan keabsahan undang-undang di Texas itu.
Di bawah kepemimpinan mantan presiden Donald Trump – yang sempat menunjuk tiga hakim pada badan yang beranggotakan sembilan hakim – Mahkamah Agung menjadi lebih konservatif. Saat ini hakim konservatif memegang mayoritas, yaitu 6 banding 3.
Warga Soroti Cara MA Tangani UU Aborsi Texas
Cara Mahkamah Agung menangani masalah aborsi ini diamati dengan seksama setelah bulan lalu mengizinkan berlakunya undang-undang di Texas yang memuat sejumlah pembatasan. Pada akhir September, Mahkamah Agung mengumumkan akan mendengar argumen dalam kasus yang secara terang-terangan menantang putusan Roe versus Wade itu pada bulan Desember nanti.
Roe versus Wade adalah putusan pengadilan tahun 1973, yang memberi hak konstitusional pada perempuan untuk melakukan aborsi sebelum janin dapat hidup, biasanya pada usia kehamilan sekitar 24 minggu.
Mahkamah Agung menjadwalkan argumen lisan pada 1 Desember untuk mendengar kasus tentang undang-undang negara bagian Mississippi yang akan melarang aborsi setelah usia kehamilan mencapai 15 minggu. Kasus itu meminta para hakim untuk membatalkan putusan Roe versus Wade.
Langkah terbaru Mahkamah Agung telah memicu spekulasi bahwa mayoritas hakim cenderung membatasi secara resmi hak aborsi.
Sebuah jajak pendapat yang dilakukan Universitas Monmouth bulan lalu mendapati bahwa 62 persen warga Amerika percaya aborsi harus selalu legal atau legal dengan beberapa pembatasan. Sekitar 24 persen warga mengatakan aborsi harus dinyatakan ilegal kecuali dalam situasi yang jarang terjadi – seperti pemerkosaan. Sementara 11 persen warga mengatakan aborsi tetap harus dinyatakan sebagai tindakan ilegal. [em/jm]