Sebuah pengadilan khusus telah mendakwa mantan penguasa militer Pakistan, Pervez Musharraf, melakukan lima pengkhianatan. Ini adalah tonggak sejarah bagi pemerintah sipil di negara yang sudah lama didominasi militer.
Musharraf mengaku tidak bersalah untuk setiap tuduhan itu hari Senin (31/3) di pengadilan di Islamabad. Jika didapati bersalah, dia dapat menghadapi hukuman mati.
Dalam pernyataannya di hadapan pengadilan, mantan Presiden itu mengatakan dia bukan pengkhianat, dan dia menyoroti prestasi Pakistan dalam masa pemerintahannya. Ia berkeras telah memajukan ekonomi Pakistan ketika ia memegang jabatan dan menempatkan negaranya di jalur kemajuan.
Musharraf merebut kekuasaan dalam kudeta 1999 tetapi dipaksa mengundurkan diri pada 2008. Ia kemudian meninggalkan Pakistan tetapi pulang kembali tahun lalu untuk turut dalam pemilu.
Senin ini adalah kedua kalinya Musharraf mengikuti proses pengadilan sejak dimulai pada bulan Desember. Pengacaranya mengajukan mosi yang meminta agar pria berusia 70 tahun itu diijinkan mengunjungi ibunya yang sakit di Dubai. Namun pengadilan menyatakan terserah kepada pemerintah untuk memutuskan apakah larangan perjalanan terhadap Musharraf bisa dicabut.
Tuduhan pengkhianatan tersebut berasal dari keputusannya pada tahun 2007 untuk menangguhkan konstitusi dan menyatakan keadaan darurat. Tim pembelanya mengatakan dia bertindak atas nasihat perdana menteri dan Kabinetnya ketika dia menangguhkan konstitusi.
Musharraf mengaku tidak bersalah untuk setiap tuduhan itu hari Senin (31/3) di pengadilan di Islamabad. Jika didapati bersalah, dia dapat menghadapi hukuman mati.
Dalam pernyataannya di hadapan pengadilan, mantan Presiden itu mengatakan dia bukan pengkhianat, dan dia menyoroti prestasi Pakistan dalam masa pemerintahannya. Ia berkeras telah memajukan ekonomi Pakistan ketika ia memegang jabatan dan menempatkan negaranya di jalur kemajuan.
Musharraf merebut kekuasaan dalam kudeta 1999 tetapi dipaksa mengundurkan diri pada 2008. Ia kemudian meninggalkan Pakistan tetapi pulang kembali tahun lalu untuk turut dalam pemilu.
Senin ini adalah kedua kalinya Musharraf mengikuti proses pengadilan sejak dimulai pada bulan Desember. Pengacaranya mengajukan mosi yang meminta agar pria berusia 70 tahun itu diijinkan mengunjungi ibunya yang sakit di Dubai. Namun pengadilan menyatakan terserah kepada pemerintah untuk memutuskan apakah larangan perjalanan terhadap Musharraf bisa dicabut.
Tuduhan pengkhianatan tersebut berasal dari keputusannya pada tahun 2007 untuk menangguhkan konstitusi dan menyatakan keadaan darurat. Tim pembelanya mengatakan dia bertindak atas nasihat perdana menteri dan Kabinetnya ketika dia menangguhkan konstitusi.