JAKARTA —
Setelah disetujui Badan Anggaran DPR RI, APBN-P 2014 disahkan melalui sidang paripurna DPR RI Rabu malam lalu karena batas akhir disetujui atau tidaknya APBN-P 2014 pada Rabu, 18 Juni maksimal pukul 24.00.
Terkait hal tersebut, Menteri Keuangan, Chatib Basri beserta pejabat Kementerian Keuangan kepada pers memaparkan beberapa hal mengenai perurabahan-perubahan dalam APBNP 2014, di Kementerian Keuangan di Jakarta, Kamis malam (19/6).
Menteri Chatib Basri dalam kesempatan tersebut menegaskan bahwa APBN-P diajukan oleh pemerintah kepada DPRRI diantaranya karena melambatnya pertumbuhan ekonomi global serta melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika sepanjang tahun 2014. Diakui Menteri Chatib Basri, persoalan terpenting selama pembahasan APBNP 2014 adalah masalah bahan bakar minyak atau BBM bersubsidi.
Selain itu Menteri Chatib Basri mengatakan, dalam APBN-P 2014 pemerintah dan Banggar DPR RI menetapkan penggunaan BBM bersubsidi tahun ini sesuai target yaitu 46 juta kilo liter hingga akhir Desember 2014, meski diperkirakan kebutuhan BBM bersubsidi tahun ini mencapai 47 juta kilo liter.
Menurut Menteri Chatib Basri sikap konsisten tersebut sekaligus sebagai upaya membantu pemerintahan baru nanti agar tidak dipersulit dengan terus meningkatnya anggaran subsidi.
“Kalau terjadi apa-apa situasinya kita nggak tau, pemerintahan baru, baru masuk, kita tidak mau pemerintahan baru punya persoalan. Artinya buat nanti pemerintah terutama pemeritahan baru tidak ada ruang kalau terjadi apapun volumenya tidak bisa melampaui 46 juta kilo liter,” jelas Menteri Chatib Basri.
Pada kesempatan sama, Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegrono mengatakan sebagai pengambil keputusan sektor keuangan negara, seharusnya Kementerian Keuangan didukung Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral atau ESDM terkait anggaran subsidi.
Menurut Wamenkeu Bambang Brodjonegoro, beberapa opsi yang ditetapkan Kementerian ESDM terkait hemat energi, stagnan. “Opsi misalnya ada fatwa menteri ESDM mengenai pemakaian BBM bersubsidi untuk industri tambang dan segala macam yang seharusnya tidak boleh, itu saja dulu diintensifkan. Karena di lapangan masih kejadian industri pertambangan, kehutanan yang di Kalimantan terutama itu masih banyak menggunakan BBM bersubsidi, itu satu," kata Wamenkeu Bambang Brodjonegoro.
"Kedua masalah kebocoran. Beberapa upaya bea cukai untuk mencegah penyelundupan, itu memang terjadi karena disparitas harga. Artinya siapapun yang bertanggungjawab harus serius melaksanakannya. Nah kalau tidak ada paksaan bahwa volume tidak boleh lewat dari 46, saya yakin apapun kebijakan tidak akan pernah dijalankan secara serius,” lanjutnya.
Dalam APBN-P 2014 pemerintah menaikkan anggaran subsidi energi dari Rp 282 trilyun menjadi Rp 350 trilyun. Tingginya anggaran subsidi berpengaruh pada belanja negara sehingga defisit juga naik dari semula Rp 175 trilyun menjadi Rp 241 trilyun.
Terkait hal tersebut, Menteri Keuangan, Chatib Basri beserta pejabat Kementerian Keuangan kepada pers memaparkan beberapa hal mengenai perurabahan-perubahan dalam APBNP 2014, di Kementerian Keuangan di Jakarta, Kamis malam (19/6).
Menteri Chatib Basri dalam kesempatan tersebut menegaskan bahwa APBN-P diajukan oleh pemerintah kepada DPRRI diantaranya karena melambatnya pertumbuhan ekonomi global serta melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika sepanjang tahun 2014. Diakui Menteri Chatib Basri, persoalan terpenting selama pembahasan APBNP 2014 adalah masalah bahan bakar minyak atau BBM bersubsidi.
Selain itu Menteri Chatib Basri mengatakan, dalam APBN-P 2014 pemerintah dan Banggar DPR RI menetapkan penggunaan BBM bersubsidi tahun ini sesuai target yaitu 46 juta kilo liter hingga akhir Desember 2014, meski diperkirakan kebutuhan BBM bersubsidi tahun ini mencapai 47 juta kilo liter.
Menurut Menteri Chatib Basri sikap konsisten tersebut sekaligus sebagai upaya membantu pemerintahan baru nanti agar tidak dipersulit dengan terus meningkatnya anggaran subsidi.
“Kalau terjadi apa-apa situasinya kita nggak tau, pemerintahan baru, baru masuk, kita tidak mau pemerintahan baru punya persoalan. Artinya buat nanti pemerintah terutama pemeritahan baru tidak ada ruang kalau terjadi apapun volumenya tidak bisa melampaui 46 juta kilo liter,” jelas Menteri Chatib Basri.
Pada kesempatan sama, Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegrono mengatakan sebagai pengambil keputusan sektor keuangan negara, seharusnya Kementerian Keuangan didukung Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral atau ESDM terkait anggaran subsidi.
Menurut Wamenkeu Bambang Brodjonegoro, beberapa opsi yang ditetapkan Kementerian ESDM terkait hemat energi, stagnan. “Opsi misalnya ada fatwa menteri ESDM mengenai pemakaian BBM bersubsidi untuk industri tambang dan segala macam yang seharusnya tidak boleh, itu saja dulu diintensifkan. Karena di lapangan masih kejadian industri pertambangan, kehutanan yang di Kalimantan terutama itu masih banyak menggunakan BBM bersubsidi, itu satu," kata Wamenkeu Bambang Brodjonegoro.
"Kedua masalah kebocoran. Beberapa upaya bea cukai untuk mencegah penyelundupan, itu memang terjadi karena disparitas harga. Artinya siapapun yang bertanggungjawab harus serius melaksanakannya. Nah kalau tidak ada paksaan bahwa volume tidak boleh lewat dari 46, saya yakin apapun kebijakan tidak akan pernah dijalankan secara serius,” lanjutnya.
Dalam APBN-P 2014 pemerintah menaikkan anggaran subsidi energi dari Rp 282 trilyun menjadi Rp 350 trilyun. Tingginya anggaran subsidi berpengaruh pada belanja negara sehingga defisit juga naik dari semula Rp 175 trilyun menjadi Rp 241 trilyun.