Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat MKD hari Senin (7/12) kembali menggelar sidang dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Ketua DPR, Setya Novanto.
Berbeda dengan dua sidang sebelumnya yang dilakukan secara terbuka, sidang dengan agenda tunggal mendengarkan keterangan Setya Novanto dilakukan secara tertutup.
Usai sidang Ketua MKD Surahman Hidayat menjelaskan kepada wartawan, lembaganya akan segera meminta rekaman asli pembicaraan Ketua DPR Setya Novanto dengan pengusaha minyak Riza Chalid dan Presdir PT Freeport Maroef Sjamsoeddin kepada Kejaksaan Agung. Dalam sidang MKD beberapa hari lalu, Maroef Sjamsoeddin mengatakan rekaman miliknya telah diminta oleh tim penyelidik Kejaksaan Agung.
Surahman Hidayat mengatakan, jika rekaman asli sudah diterima maka MKD akan meminta Polri untuk melakukan uji forensik guna memastikan keaslian rekaman itu. Hasil uji forensik itu akan digunakan untuk mencocokkan keterangan yang telah diperoleh MKD baik itu dari saksi maupun orang yang diadukan. Diharapkan keputusan akhir bisa diambil sebelum DPR memasuki masa reses 18 Desember 2015.
“Keabsahan rekaman itu kan masih tanda tanya , supaya tidak ada tanda tanya perlu memastikan orisinilitas secara teknik maupun hukum melalui audit forensik,” ujar Surahman.
Dalam rekaman yang telah diperdengarkan pada sidang pertama MKD pekan lalu, terdengar suara seseorang seperti Setya Novanto dan Riza Chalid berupaya menyakinkan Maroef Sjamsoeddin bahwa mereka bisa membantu PT Freeport memperoleh perpanjangan kontrak jika mendapat sejumlah konsesi. Kedua orang itu kemudian menyebut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagai pihak yang harus diberi jatah saham. Ada juga permintaan saham proyek pembangkit listrik tenaga air di Papua.
MKD: Ketua DPR yang Minta Sidang Tertutup
Wakil Ketua MKD Junimart Girsang mengatakan bahwa sidang tertutup dilakukan atas permintaan Ketua DPR Setya Novanto. Ditambahkannya, dalam sidang yang dipimpin Kahar Muzakir dari Partai Golkar, Setya Novanto tidak bersedia menjawab satu pertanyaan pun soal isi rekaman pembicaraan itu.
“Itu permintaan dari pak Setya Novanto, alasannya karena ada hal-hal yang tidak bisa dibuka secara publik. Yang kedua, itu hak beliau kita juga tidak bisa memaksa. Yang saya catat tadi beliau tidak mau menjawab itu sepanjang soal rekaman. Padahal ini kesempatan beliau untuk menjelaskan secara terbuka tapi dia tidak mau ya sudah,” papar Junimart.
Walaupun sidang MKD dilakukan secara tertutup, namun keterangan tertulis atau nota pembelaan Setya Novanto sebanyak 12 halaman beredar di kalangan wartawan. Dalam keterangan tertulis itu terungkap bahwa Ketua DPR Setya Novanto meminta MKD menolak bukti dan pernyataan yang diberikan oleh Menteri ESDM Sudirman Said.
Menurut keterangan tertulis yang beredar itu, Setya Novanto mengatakan rekaman yang diberikan kepada MKD adalah ilegal, sehingga ia keberatan jika rekaman itu dijadikan alat bukti. Setya merasa nama baiknya telah dirusak dalam kasus ini.
Pengamat: Sidang MKD Menggerus Kepercayaan Publik kepada DPR
Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia, Hanta Yuda mencurigai adanya kompromi politik dalam kasus dugaan pelanggaran etik yang politikus Partai Golkar ini. Tertutupnya sidang MKD ini menurutnya semakin menggerus kepercayaan masyarakat kepada DPR. Untuk itu masyarakat diminta tidak tinggal diam dan mengamati terus dengan seksama kasus ini hingga selesai, sehingga harkat dan martabat DPR bisa terjaga.
“Proses MKD ini harus dikawal publik kemudian ini dikorbankan betul, ada indikasi partai-partai ini agar dikanalisasi isunya kemudian ada deal-deal politik. MKD layu sebelum berkembang seperti ini, ini luar biasa ada pengkhianatan," kata Hanta Yuda.
Kasus dugaan pelanggaran etik Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto mendapat perhatian masyarakat yang sangat besar. Bahkan sebuah petisi online di Change.org yang berjudul “Ayo Dukung Sidang Majelis Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI Terbuka” telah didukung oleh ribuan orang.
Mereka menuntut agar pemeriksaan Mahkamah Kehormatan Dewan terhadap Ketua DPR Setya Novanto digelar terbuka. Muncul pula gerakan "Revolusi Putih" yang menyerukan seluruh warga untuk mengepung gedung DPR RI hari Selasa (8/12), guna mendorong pelaksanaan sidang MKD secara terbuka dan sekaligus penyelesaian kasus ini secara hukum. [fw/em]