Tanah longsor yang dipicu oleh hujan lebat selama berhari-hari mengubur sebuah rumah tempat orang-orang Kristen menjalankan ibadah di Filipina selatan, menewaskan sedikitnya 10 orang, termasuk lima anak-anak, kata para pejabat, Jumat (19/1).
Dua orang terluka, dan setidaknya satu warga desa lainnya masih belum ditemukan menyusul tanah longsor di sebuah desa pegunungan terpencil di kota pertambangan emas Monkayo di provinsi Davao de Oro, kata Ednar Dayanghirang, kepala Kantor Pertahanan Sipil setempat.
Tiga mayat lagi ditemukan pada Jumat, setelah pencarian dihentikan pada Kamis sore karena kekhawatiran akan kemungkinan terjadi lagi tanah longsor.
“Mereka sedang berdoa di rumah itu ketika tanah longsor terjadi,” kata Dayanghirang kepada kantor berita Associated Press melalui telepon, Kamis malam. “Ini menyedihkan, tapi itulah kenyataan di lapangan.”
Masyarakat yang tinggal di dekat desa tersebut diperintahkan untuk mengungsi karena kekhawatiran akan terjadinya lebih banyak tanah longsor dan lumpur akibat hujan lebat yang sesekali turun, kata Wali Kota Monkayo Manuel Zamora.
Hujan lebat selama berhari-hari juga membanjiri desa-desa di dataran rendah dan membuat lebih dari 36.000 orang di Davao de Oro dan tiga provinsi lainnya mengungsi, kata Kantor Pertahanan Sipil. Cuaca mulai cerah pada hari Jumat di beberapa daerah.
Hujan tersebut dipicu oleh apa yang disebut oleh peramal cuaca setempat sebagai garis geser (shear line), yaitu titik pertemuan udara hangat dan dingin. Setidaknya 20 badai dan topan melanda kepulauan Filipina setiap tahunnya, terutama selama musim hujan yang dimulai pada Juni.
Pada 2013, Topan Haiyan, salah satu topan terkuat yang pernah tercatat, menyebabkan lebih dari 7.300 orang tewas atau hilang, meratakan seluruh desa, menyapu kapal-kapal ke daratan dan membuat lebih dari 5 juta orang mengungsi di Filipina tengah. [ab/lt]
Forum