Dalam permintaan dana itu, Koordinator PBB untuk Libya, Panos Moumtzis mengatakan sangat prihatin akan kondisi di Libya Barat di mana dari 80 persen penduduk negeri itu tinggal. Ia mengatakan,“Keprihatinan kita mengenai wilayah barat karena adanya sanksi-sanksi, persediaan obat dan makanan yang menipis, embargo bahan bakar, dan aliran dana yang terbatas, ini seperti bom waktu, semakin lama krisis berlangsung semakin buruk situasinya.”
Koordinator PBB tersebut memahami kesulitan yang dialami orang yang tinggal di kota Misrata. Tetapi dia mengakui kapal pembawa barang bantuan bisa berlabuh dari waktu ke waktu di pelabuhan Misrata untuk membawa makanan, air dan barang-barang lain yang diperlukan penduduk.
Tetapi menurutnya situasi lebih buruk di ibukota Tripoli dan di Pegunungan Nafusa Barat. Ia mengatakan kepada wartawan VOA, ketika berada di Tripoli dua minggu lalu, ia menyaksikan sendiri dampak yang parah dari konflik dan sanksi-sanksi tersebut.
Lebih lanjut ia mengatakan, “Ada antrian mobil sepanjang dua kilometer di pompa-pompa bensin. Saya berhenti dan diberitahu, mereka menunggu sampai tiga hari hanya untuk mengisi bensin karena kurangnya persediaan BBM. Saat ini, kurang tersedianya BBM berdampak terhadap semua hal, barang-barang tak dapat diangkut, transportasi umum dikurangi atau dihentikan. Anak-anak tidak bersekolah. Sulit bagi orang untuk pergi bekerja. Saya melihat sendiri banyak toko yang ditutup…Lebih dari 60 persen petugas kesehatan telah meninggalkan Libya."
Moumtzis menyerukan diadakannya jeda demi kemanusiaan, yaitu penghentian serangan oleh semua pihak. Ini akan memungkinkan pekerja kemanusiaan membantu orang-orang yang tinggal di kota yang terlibat konflik dan menyalurkan bantuan.
Ia mengatakan akan pergi ke Tripoli guna berunding dengan semua pihak untuk mendapat jaminan keamanan sehingga pekerja kemanusiaan dapat bekerja tanpa rasa takut.