Seorang pejabat tinggi PBB mendesak Burma hari Jumat agar memastikan reformasi baru menguntungkan rakyat di negara miskin itu dalam bidang-bidang seperti layanan kesehatan dan pendidikan.
Vijay Nambiar, penasihat khusus Sekjen PBB mengenai Burma, mengeluarkan imbauan itu pada akhir lawatan lima harinya, di mana ia bertemu tokoh-tokoh penting, antara lain Presiden Thein Sein dan pemimpin oposisi utama Aung San Suu Kyi.
Sebuah pernyataan pers PBB hari Jumat memuji berbagai perubahan yang sedang berlangsung, seraya menyatakan perubahan itu telah mencapai “tingkat prakarsa yang belum pernah tercapai sebelumnya.”
Juga disebutkan dalam pernyataan itu, pendidikan dan penciptaan lapangan kerja masih menjadi tanggung jawab utama pemerintah pusat dan daerah dalam upaya memberdayakan rakyat agar berpartisipasi penuh dalam pembangunan dan pertumbuhan negara itu.
Sementara itu, Uni Eropa hari Jumat melonggarkan sebagian sanksi-sanksi terhadap Burma, sebagai tanggapan atas reformasi politik yang telah dilakukan oleh pemerintah sipil yang mulai berkuasa di negara Asia Tenggara itu tahun lalu.
Dewan Uni Eropa menyatakan telah mencabut larangan pemberian visa kepada 87 pejabat tinggi Burma, termasuk presiden, wakil presiden, serta anggota parlemen dan keluarga mereka. Langkah ini menyusul pembebasan ratusan tahanan politik oleh pemerintah pada bulan Januari.
Jurubicara Uni Eropa Michael Mann menyebut ada harapan dalam cara Uni Eropa menghadapi pemerintah baru, setelah pemerintahan militer yang menindas selama puluhan tahun.
Pemerintah baru Burma juga melempangkan jalan bagi pemimpin demokrasi Aung San Suu Kyi untuk mencalonkan diri bagi jabatan publik dalam pemilu sela 1 April. Pemenang Hadiah Nobel itu melewatkan sebagian besar waktunya dalam dua dekade terakhir dalam tahanan rumah, dan ia dibebaskan pada akhir 2010 sewaktu junta militer melepaskan kekuasaan.