Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Rabu (26/5), menyatakan prihatin setelah presiden sementara Mali mengundurkan diri ketika dia dan perdana menteri dalam tahanan setelah ditangkap oleh militer awal pekan ini. Pengunduran diri pemimpin pemerintahan transisi sipil selama 18 bulan itu berisiko menjerumuskan negara itu ke dalam ketidakstabilan lebih lanjut dan terjadi ketika perwakilan dari blok regional Afrika Barat bertemu di Mali untuk menengahi krisis politik.
"Sangat penting bahwa krisis ini segera diselesaikan karena ini menjadi tantangan tambahan yang akan berdampak negatif pada implementasi perjanjian perdamaian," kata Stephane Dujarric, juru bicara Sekjen PBB. Dujarric menyerukan pemulihan transisi yang dipimpin sipil.
Pemimpin kudeta Mali 2020 Kolonel Assimi Goita meraih kembali kendali atas negara Afrika Barat dengan menggulingkan presiden dan perdana menteri dari pemerintahan transisi dalam langkah yang belum pernah terjadi.
Ketika dalam tahanan, presiden memecat perdana menteri dan kemudian mengundurkan diri.
Dewan keamanan PBB mengatakan bahwa "memaksakan perubahan kepemimpinan transisi dengan kekerasan, termasuk melalui pengunduran diri paksa, tidak dapat diterima.”
Dujarric menyatakan dukungannya untuk upaya mediasi oleh Uni Afrika dan kelompok regional Afrika Barat ECOWAS. [ka/jm]