Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina mengatakan sekurangnya 305 warga Palestina mengalami luka-luka akibat kekerasan itu, dan 228 di antaranya dibawa ke rumah sakit. Beberapa warga Palestina dalam kondisi kritis dan polisi mengatakan 21 petugasnya terluka.
Juru Bicara Kelompok Hamas, Fawzi Barhoum menyebut kekerasan itu agresi massal. "Apa yang terjadi di Yerusalem dan masjid Al-Aqsa, agresi Israel terhadap jamaah dan keluarga kami di Yerusalem, adalah bagian dari agresi massal Israel terhadap rakyat Palestina di seluruh wilayah Palestina di Tepi Barat, Gaza, Yerusalem dan bahkan di wilayah pendudukan Palestina pra-1947."
Sementara pejabat Hamas, menyalahkan kebijakan Israel atas gejolak di kompleks Al-Aqsa itu, penasihat utama Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Mark Regev, sebaliknya menyalahkan "ekstremis Palestina".
"Israel berkomitmen untuk menjaga kebebasan beribadah bagi semua agama, untuk semua orang di Yerusalem. Kami ingin hari ini situasinya berlalu sedamai mungkin dan kami telah mengambil sejumlah langkah nyata untuk memfasilitasi tujuan itu. Sayangnya, ada ekstremis Palestina yang berpikiran sebaliknya. Kami sebagai pemerintah tidak bisa membiarkan kekerasan yang direncanakan semacam ini mendikte kenyataan dan kami akan melakukan apa yang perlu dilakukan untuk menjaga perdamaian dan ketenangan," kata Mark Regev.
Pada siang hari, pengunjuk rasa Palestina melemparkan batu dan polisi Israel menembakkan granat kejut dan peluru karet dalam bentrokan di luar masjid al-Aqsa di Yerusalem, ketika Israel memperingati keberhasilannya menguasai beberapa bagian kota itu dalam perang Arab-Israel tahun 1967.
Al-Aqsa, yang merupakan tempat tersuci ketiga umat Islam, telah menjadi pusat kekerasan di Yerusalem sepanjang bulan suci Ramadan, dan bentrokan tersebut telah menimbulkan kekhawatiran internasional tentang konflik yang lebih luas.
Pejabat senior wakaf Islam di Yerusalem, Sheikh Abdul -Azim Salhab menyebut penguasaan dan pendudukan Israel di tempat suci itu sebagai bentuk penindasan.
"Ini adalah pendudukan yang menindas. Mereka ingin menggusur umat Islam dari Kota Suci. Pendudukan ini ingin menghakimi kota ini dan mudah-mudahan, selama kami dipenuhi dengan keimanan, mereka tidak akan berhasil," jelas Sheikh Abdul Azim Salhab.
Sementara itu, Indonesia yang bertahun-tahun memperjuangkan nasib dan hak-hak warga Palestina, mengecam pengusiran paksa enam warga Palestina dari wilayah Sheikh Jarrah, di Yerusalem Timur, serta tindak kekerasan terhadap warga sipil Palestina di kompleks Masjid Al Aqsa yang menyebabkan ratusan korban luka-luka.
Dalam cuitan di Twitter hari Sabtu (9/5) Kementerian Luar Negeri Indonesia menegaskan bahwa hal itu telah “melukai perasaan umat Muslim.”
Israel menganggap semua bagian Yerusalem sebagai ibu kotanya, termasuk bagian timur yang dianeksasi yang belum mendapat pengakuan internasional. Palestina ingin Yerusalem Timur menjadi ibu kota negara mereka kelak di wilayah pendudukan Tepi Barat dan Gaza. [my/lt]