Sebelum dikebumikan di Makam Sawitsari, penghormatan terakhir kepada almarhum Profesor Suhardi dilakukan di Balairung Universitas Gajah Mada di kampus Bulaksumur, dalam upacara yang dipimpin oleh rektor Profesor Pratikno Jumat sore.
Menurut Pratikno, almarhum Profesor Suhardi adalah akademisi yang sangat ideal dan produktif. Banyak karya akademiknya yang telah dihasilkan terkait rehabilitasi hutan tropika, penghutanan lahan pasir, dan pengembangan tanaman pangan di kawasan hutan. Namun demikian, menurut Pratikno, Suhardi tetap bersahaja dan bahkan menolak karya-karya temuannya untuk dipatenkan.
“Meskipun produktifitas karya almarhunm sangat tinggi, almarhum neolak untuk mempatenkan karya-karya almarhum dengan alasan bahwa kepandaian yang almarhum capai itu dibiayai oleh negara menggunakan uang rakyat. Karena itu almarhum selalu mendedikasikan ilmunya bagi masyarakat. Almarhum juga menjadi motor penanaman kayu meranti yang merupakan salahsatu pohon produktif di Indonesia,” kata Prof. Pratikno.
Almarhum juga dikenal sebagai Profesor Ketela berkat penelitiannya yang intens tentang ketela sebagai bahan makanan lokal untuk menunjang swasembada pangan nasional. Keseriusannya meningkatkan makanan lokal dan menolak impor pangan mendorong Suhardi puasa tidak makan makanan yang terbuat dari gandum selama 26 tahun.
Penelitiannya yang ia lakukan di Gunung Kidul DIY, ketela dan umbi-umbian mengandung Kalsium lebih besar daripada beras. Orang lokal yang suka mengkonsumsi ketela cenderung berumur panjang dan memiliki punggung lebih kekar.
Sriwulan, pengurus HKTI (Himpunan Kelompok Tani Nelayan) propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mengatakan almarhum masih menjadi ketua HKTI DIY untuk masa lima tahun kedua hingga 2015, dan selalu mendorong orang makan makanan lokal.
“Pernah ada acara launching 25 tahun Prof Suhardi tidak makan terigu, budaya masyarakat tidak tergantung gandum, itu canangan beliau di setiap kesempatan. Juga tidak boleh ada minuman air mineral pakai plastik dan dalamnya juga harus pakai daun (pisang),” kenang Sriwulan tentang sosok prof Hadi.
Ariyani, anggota Tim Sukses almarhum Suhardi sebagai calon anggota legislatif 2014 mengatakan, almarhum adalah politisi yang bersih. Waktu itu menolak saran untuk memberi amplop (uang) kepada pemilih. Menurut Ariyani, bagi Suhardi menjadi politisi semata untuk memperjuangkan swasembada pangan.
“Beliau itu lugu, masuk dunia politik tanpa intrik sama sekali, masuk politik Bapak hanya ingin berbuat yang terbaik untuk bangsa. Bapak itu hanya ingin swasembada pangan tidak harus impor sana sini,” kata ARiyani.
Satyawan Pudyatmoko, salah satu mahasiswanya yang kini menjadi Dekan Fakultas Kehutanan UGM mengaku kagum dengan kedisiplinan dan kerja keras almarhum.
“Beliau itu sangat ahli dalam penataan veretasi perkotaan. Beliau juga menjadi ketua tim ahli vegetasi di kampus UNDIP (Universitas Diponegoro Semarang). Beliau orang yang disiplin, mengajar sistematis, banyak ilustrasi kalau mengajar karena pengalaman beliau banyak jadi kita yang diajar merasa kelas jadi hidup,” kata Satyawan Pudyatmoko.
Hadir dalam penghormatan terakhir Prof Suhardi, di antaranya Sekjen Partai Gerindra Fadli Zon, Mantan Ketua MPR Prof. Amien Rais, dan mantan Menteri Pendidikan Yahya Muhaimin. Prof Suhardi meninggal dalam usia 62 karena kanker paru-paru, meninggal seorang istri dan tiga orang anak.