Tautan-tautan Akses

Pembunuhan Demi Pertahankan Martabat di Bantaeng, Menguatnya Kembali Budaya Siri?


Rumah keluarga korban di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan (courtesy: Polres Bantaeng).
Rumah keluarga korban di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan (courtesy: Polres Bantaeng).

Sudah beberapa minggu Rosmini binti Darwis yang berusia 16 tahun jatuh sakit. Sesekali ia muntah dan kehilangan kesadaran. Kondisinya tak kunjung membaik meskipun ia lebih banyak berdiam diri di rumah karena sekolahnya di kampung Katabung, desa Pattaneteang, kecamatan Tompobulu, kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, ditutup akibat pandemi virus corona.

Hari Sabtu 9 Mei itu, Rosmini memulai harinya seperti biasa, hingga ketika abang sepupunya, Usman, datang menjenguknya. Keluarga Rosmini sebelumnya menuduh Usman telah mengguna-gunai Rosmini, hal yang dibantah keras Usman. Pengakuan Rosmini bahwa ia telah menjalin hubungan dengan Usman, yang telah berkeluarga, semakin membakar emosi keluarga. Kedua abang Rosmini, Rahman dan Suryanto, meminta pertanggungjawaban Usman dan memukulnya. Meski telinganya luka terkena sabetan parang, Usman berhasil melarikan diri.

Rosmini binti Darwis berseragam Pramuka (courtesy: Facebook).
Rosmini binti Darwis berseragam Pramuka (courtesy: Facebook).

Menurut keterangan pers yang dirilis Polres Bantaeng, malu dengan kondisi Rosmini, kedua abangnya sempat menyandera dua laki-laki yang kebetulan melintas di rumah mereka ketika itu dan menawari salah seorang di antaranya untuk menikahi Rosmini, yang kemudian ditolak. Polisi yang mengetahui proses penyanderaan ini sempat mendatangi rumah keluarga Rosmini dan melemparkan gas air mata, tetapi nyawa gadis itu tak tertolong lagi.

“Gadis itu pasrah dengan apa yang dilakukan keluarganya. Ia dibunuh oleh kedua abang kandungnya, di hadapan ayah, ibu, dan beberapa anggota keluarga lain, termasuk satu sandera yang ditahan keluarga,” ujar Kapolres Bantaeng AKBP Wawan Sumantri ketika diwawancarai VOA.

“Pembunuhan ini merupakan bagian dari tradisi yang disebut siri, atau tindakan untuk mempertahankan martabat keluarga. Motif ini penting disampaikan agar tidak menimbulkan hoaks,” tambahnya.

Kapolres Bantaeng AKBP Wawan Sumantri (foto: courtesy).
Kapolres Bantaeng AKBP Wawan Sumantri (foto: courtesy).

Human Rights Watch Indonesia mengecam keras insiden yang disebut sebagai pembunuhan bermotif siri pertama yang terjadi dalam sejarah modern Indonesia.

“Saya tidak pernah tahu ada kejadian seperti ini sebelumnya di Indonesia. Jika membaca surat-surat Raden Ajeng Kartini hingga kajian akademisi Susan Blackburn, yang mengumpulkan dokumen-dokumen dalam Kongres Perempuan I dan II, tidak ada yang disebut honor killing [aksi kekerasan untuk mempertahankan martabat keluarga.red]. Yang banyak adalah soal poligami, kekerasan dalam rumah tangga dll. Gak ada soal honor killing. Saya khawatir ini terjadi seiring maraknya tafsir akan Islamisme yang ekstrem. Kita lihat bagaimana hal ini telah ikut mempengaruhi pola pandang dan keluarnya peraturan-peraturan tidak tertulis terhadap perempuan, minoritas agama, kelompok LGBT,” ujar peneliti senior Human Rights Watch Indonesia Andreas Harsono dalam wawancara melalui telepon.

Sejarawan Bantah Budaya Siri Karena Menguatnya Islam Konservatif

Namun sejarawan Dr. Anhar Gonggong membantah hal itu. “Tidak benar jika ada yang mengatakan tradisi siri ini karena menguatnya konservatisme Islam. Siri ini adalah budaya mempertahankan martabat, harga diri, reputasi, atau kehormatan yang sejak lama ada di sebagian budaya masyarakat Indonesia.

Sejarawan Dr. Anhar Gonggong (foto: courtesy).
Sejarawan Dr. Anhar Gonggong (foto: courtesy).

"Di Sulawesi Selatan dikenal sebagai siri, di Madura dikenal sebagai carok. Bentuknya sama, bahwa mereka yang merasa harga dirinya dilecehkan atau dihina, akan menuntut balas. Siri ini salah satu yang membuat Kahar Muzakkar melakukan pemberontakan tahun 1955,” tegas pakar sejarah kelahiran Pinrang ini.

Tetapi ia buru-buru menambahkan bahwa tradisi ini tidak serta merta diterapkan dalam semua kasus, “hanya ketika kehormatannya dilanggar. Inti siri adalah membela kehormatan diri dalam bentuk menghormati diri sendiri dan masyarakat, sehingga tidak boleh dilanggar. Siri tidak digunakan misalnya hanya karena soal pacaran, atau perkelahian. Tapi ketika ada martabat keluarga yang dilanggar.”

Lebih jauh Dr. Anhar Gonggong mengakui bahwa budaya siri, khususnya yang memiliki konsekuensi sangat buruk seperti kehilangan nyawa, mulai jarang terdengar karena mulai membaiknya pendidikan dan penegakan hukum.

“Budaya siri adalah produk kecerdasan lokal yang dibentuk untuk membangun kembali tatanan sosial masyarakat Bugis pada masa lalu, yang sempat kacau. Tingkat pendidikan yang membaik dan perkembangan hukum, dalam konteks sekarang ini jarang terdengar orang menggunakan siri. Dulu pada tahun 1950an pernah ada kasus seorang anak membunuh karena merasa ayahnya telah dipermalukan. Tetapi pengadilan melepasnya dengan alasan tindakan itu merupakan siri. Tapi jaman sekarang tentu sudah tidak bisa,” jelasnya.

Perempuan Kerap Jadi Alasan Menjaga Martabat Keluarga

Dr. Iklilah Muzayyanah Dini Fajriyah (Foto courtesy : pribadi)
Dr. Iklilah Muzayyanah Dini Fajriyah (Foto courtesy : pribadi)

Diwawancarai secara terpisah, antropolog Universitas Indonesia Dr. Iklilah Muzayyanah Dini Fajriyah mengatakan setiap daerah di Indonesia memiliki tradisi budaya menjaga martabat yang berbeda, tetapi ada satu persamaan utamanya yaitu ketika menyangkut anggota keluarga perempuan, terutama istri, adik perempuan dan anak perempuan.

“Istri atau anak perempuan ditempatkan dalam posisi untuk menjaga nama baik keluarga. Hal ini ada di beberapa daerah. Tapi khusus kasus di Bantaeng di mana anak perempuan malang itu dibunuh demi menjaga nama baik keluarga, itu baru pertama terjadi di Indonesia.”

Wakil Ketua Pusat Kajian Wanita dan Gender Universitas Indonesia ini mengatakan kajian atas tradisi ini di banyak daerah menunjukkan “tindakan yang diambil untuk menanggapi apa yang dilakukan perempuan sendiri, atau yang dilakukan oleh orang lain yang melibatkan perempuan – dengan atau tanpa persetujuan perempuan yang bersangkutan – misalnya kawin anak, seringkali merugikan perempuan juga. Perempuan kerap tidak didengar suaranya ketika alasan yang digunakan adalah demi menjaga nama baik keluarga. Dalam banyak kajian tampak bahwa sebenarnya laki-laki dan perempuan sama-sama dituntut untuk menjaga nama baik keluarga, tetapi tuntutan terhadap laki-laki lebih pada sikap maskulinitasnya, misalnya menjaga keluarga secara fisik atau mencari nafkah, sementara tuntutan terhadap perempuan adalah untuk menjaga tubuh dan seksualitasnya.”

Polisi Tetapkan Dua Abang Rosmini Sebagai Tersangka

Dalam kasus pembunuhan demi mempertahankan martabat keluarga di Bantaeng, Sulawesi Selatan, polisi menangkap sembilan anggota keluarga yang awalnya diduga terlibat dalam pembunuhan tersebut, termasuk ayah dan ibu kandung Rosmini – Darwin bin Daga dan Anis binti Kr. Pato. Hasil penyelidikan sementara membuat polisi kemudian menetapkan dua orang sebagai tersangka, yaitu Rahman yang berusia 30 tahun dan Suryanto yang berusia 20 tahun. Keduanya adalah abang kandung korban.

Rahman dan Suryanto bin Darwis, tersangka dan kakak kandung korban (courtesy: Polres Bantaeng).
Rahman dan Suryanto bin Darwis, tersangka dan kakak kandung korban (courtesy: Polres Bantaeng).

Keduanya dijerat dengan UU Perlindungan Anak No.23/Tahun 2002 dan KUHP Pasal 338 dan 340 tentang pembunuhan berencana. Polisi mengamankan beberapa barang bukti seperti parang panjang dan kayu yang digunakan untuk menghabisi nyawa Rosmini.

Sementara tujuh anggota keluarga lainnya, yaitu ayah, ibu, kakak dan menantu, semuanya dibebaskan.

“Meski dibebaskan tapi tetap dalam pengamanan polisi untuk mempermudah proses pemeriksaan dan juga mencegah hal yang tidak diinginkan,” ujar Kapolres Bantaeng AKBP Wawan Sumantri. Ditambahkannya bahwa ketujuh anggota keluarga itu tidak dapat kembali ke rumah mereka karena diusir oleh warga kampung. “Mereka dinilai telah mempermalukan kampung itu,” tambahnya.

Pengadilan Siap Digelar Awal Juli

Warga Sulawesi Selatan memang menjunjung tinggi tradisi mate siri, yang berarti lebih baik mati karena mempertahankan harga diri, daripada hidup tanpa harga diri. Namun sebagaimana polisi, di mata hukum, alasan menegakkan adat istiadat untuk melakukan pembunuhan seperti ini tetap tidak dapat dibenarkan.

Menurut rencana kedua tersangka pembunuhan ini akan dihadapkan pada sidang pengadilan pada awal Juli nanti. [em/jm/pp]

Recommended

XS
SM
MD
LG