Pemerintahan Biden telah menunda pengumuman tentang ketetapan akhir terkait kenaikan tarif yang tajam pada kendaraan listrik, baterai, semikonduktor, dan sel surya buatan China yang sedianya dijadwalkan dimulai pada tanggal 1 Agustus.
Perwakilan perdagangan AS pada hari Sabtu (31/8) mengatakan pihaknya “terus mengupayakan ketentuan akhir mengenai usulan perubahan aturan” pada barang-barang buatan China, kata seorang juru bicara dari badan tersebut.
Penundaan ini tidak mengejutkan bagi Thibault Denamial, seorang periset tamu dan Scholl Chair pada lembaga International Business di Center for Strategic and International Studies. Ia mengatakan bahwa tahun ini adalah tahun pemilihan umum yang mengharuskan Partai Demokrat menyeimbangkan isu-isu yang dipersaingkan ketika memutuskan bagaimana menerapkan tarif pajak.
“Partai Demokrat tentu saja tidak ingin terlihat lemah terhadap China,” kata Denamial kepada VOA. “Tetapi ada begitu banyak penolakan dari industri dan pemangku kepentingan dalam negeri yang berpendapat bahwa tarif baru akan merusak ekonomi AS, jadi (menunda penerapan tarif) tampaknya merupakan pilihan yang menarik saat ini,” tambahnya.
Amerika Serikat saat ini dijadwalkan untuk menerapkan tarif 100% untuk mobil listrik buatan China, tarif 50% untuk semikonduktor dan sel surya, dan tarif 25% untuk baterai lithium-ion dan barang-barang strategis seperti baja, aluminium, dan derek kapal-ke-pantai dalam beberapa hari mendatang.
Washington menerapkan tarif tersebut sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungannya pada China seiring dengan pandangan bahwa China diduga telah menggunakan praktik bisnis yang tidak adil untuk mempercepat pertumbuhan industri tertentu yang penting bagi rantai pasokan dan transisi hijau global.
Pada bulan Agustus lalu, Uni Eropa mengumumkan kenaikan tarif sementara untuk mobil listrik buatan China menjadi 37,6% dan menurunkannya menjadi 36,3% beberapa minggu kemudian. Kanada minggu lalu mengatakan akan mengikuti jejak AS dengan mengumumkan tarif 100% untuk mobil listrik buatan China.
Wendy Cutler, wakil presiden di Asia Society Policy Institute, memperkirakan China akan menanggapi kenaikan tarif tersebut “dengan cepat, proporsional, dan dengan cara yang tidak eskalatif.”
“China memiliki sejumlah opsi dalam menanggapi kenaikan tarif yang diberlakukan oleh Amerika Serikat atau mitra dagangnya,” katanya kepada VOA. Dia menjelaskan salah satu opsi bagi China adalah menanggapi secara proporsional.
“Kenaikan tarif yang diumumkan AS memiliki nilai sekitar $18 miliar, sehingga salah satu pilihan bagi China adalah menyesuaikan jadwal tarifnya dan menaikkan tarif secara proporsional atas impor AS ke China,” katanya kepada VOA. Dia juga mencatat kemampuan China untuk membawa “Amerika Serikat ke WTO [Organisasi Perdagangan Dunia].
Dia juga mencatat China bisa membawa “Amerika ke penyelesaian sengketa WTO [Organisasi Perdagangan Dunia], dengan mengklaim bahwa Amerika melanggar aturan WTO.”
China baru-baru ini mengumumkan penyelidikan anti-subsidi atas impor produk susu dari Uni Eropa, yang oleh Kamar Dagang Uni Eropa di China dianggap sebagai penolakan terhadap tarif sementara Brussel untuk mobil listrik.“
"Komisi akan dengan tegas membela kepentingan industri susu Uni Eropa... dan melakukan intervensi yang diperlukan untuk memastikan bahwa penyelidikan tersebut sepenuhnya mematuhi aturan WTO yang relevan,” demikian menurut pernyataan Uni Eropa.
Rush Doshi adalah direktur Inisiatif Strategi China di Dewan Hubungan Luar Negeri.
Doshi mengatakan bahwa penyelidikan ini adalah bentuk pertahanan diri secara ekonomi.
“RRC pada dasarnya mengatakan kepada Uni Eropa bahwa mereka tidak dapat mempraktikkan segala bentuk pertahanan diri ekonomi atau RRC akan menargetkan impor mereka. Mereka mengincar produk susu karena menurut mereka itu menyakitkan secara politik,” jelas Doshi dalam sebuah pernyataan tertulis kepada VOA, menggunakan singkatan dari nama resmi negara itu, Republik Rakyat China.
Cutler mengatakan bahwa meskipun penyelesaian sengketa WTO merupakan jalur yang berpotensi bagi China dalam menanggapi tarif Washington, itu bukan pilihan yang terbaik karena kurangnya hakim badan banding WTO.
“Tidak akan ada hasil yang akan memberikan sanksi pembalasan,” jelasnya kepada VOA.
Dia mengatakan bahwa jalur yang mungkin diambil oleh China adalah membatasi pembatasan ekspor lebih lanjut, seperti meningkatkan batasan ekspor pada mineral penting, sebuah area di mana AS, Kanada, dan Uni Eropa mungkin rentan. Denamial berpendapat bahwa hal ini akan membuat AS, Kanada, dan Uni Eropa khawatir.
Denamial menyatakan bahwa pembatasan ekspor mungkin merupakan cara untuk menciptakan kekhawatiran bagi para pembuat kebijakan AS, khususnya di bidang mineral yang kritis.
“Saya pikir itu [batas ekspor] adalah di mana para pembuat kebijakan ekonomi dan keamanan nasional AS menjadi sedikit lebih khawatir, sejujurnya, karena efek langsungnya bisa lebih mengerikan bagi Amerika Serikat dan sekutunya.”
Dia mengatakan bahwa mineral-mineral penting adalah “jenis barang yang jelas-jelas menjadi target China” dan menambahkan bahwa “China sangat dominan dalam rantai pasokan mineral penting dan bahan mentah, khususnya pada tahap pengolahan dan pemurnian.”
Pada tanggal 15 September, Kementerian Perdagangan Beijing mengumumkan pembatasan ekspor antimon, sebuah mineral penting yang digunakan dalam berbagai produk mulai dari amunisi militer, senjata nuklir, kacamata malam, hingga baterai.
Selain pembatasan ekspor, menurut Cutler, Beijing juga mungkin akan meningkatkan prioritas ekspor ke negara-negara berkembang.
Ia menjelaskan kepada VOA, bagaimana pada rapat pleno ketiga China yaitu sebuah pertemuan antara pejabat tinggi China untuk membahas langkah-langkah kebijakan ekonomi dan politik untuk 5-10 tahun ke depan - Beijing membuat “seruan dalam dokumen rapat pleno ketiga ... untuk membuat lebih banyak lagi perjanjian perdagangan bebas, terutama dengan negara berkembang.” Denamial melanjutkan sentimen ini dengan menjelaskan bahwa Beijing mungkin mulai mengekspor ke negara-negara non-Barat karena kebutuhan.
“Itu adalah sesuatu yang terjadi hampir secara alami,” katanya. “Salah satu pertanyaan utama yang timbul ketika kita melihat negara-negara seperti Amerika Serikat atau Kanada, yang telah memberlakukan tarif paling ketat untuk teknologi hijau, misalnya, pertanyaan berikutnya adalah, ke mana semua barang ini akan pergi,” jelas Denamial.
Doshi mengatakan bahwa kelebihan produksi barang di Beijing akan berdampak pada tanggapan China terhadap tarif pajak tersebut.
“RRC menargetkan ekspor komoditas dari negara-negara lain yang mencoba melindungi industri mereka dari kelebihan kapasitas RRC,” katanya kepada VOA. [my/jm]
Forum