Revisi Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi sorotan Presiden Joko Widodo meski Presiden saat ini tengah berada di Amerika Serikat dalam kunjungan kerja menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi negara-negara ASEAN dengan Amerika Serikat. Rencana DPR merevisi UU itu menuai penolakan publik karena ditengarai akan memperlemah KPK.
Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi, Johan Budi SP di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (17/2) mengatakan Presiden Jokowi berencana akan menarik diri dari pembahasan revisi UU KPK, jika revisi itu nantinya malah memperlemah KPK dalam melakukan pemberantasan korupsi.
"Presiden tetap konsisten. Kalaupun ada revisi undang-undang KPK, maka revisi itu harus dimaksudkan untuk memperkuat kelembagaan KPK seklaigus memperkuat upaya pemberantasan korupsi. Jika itu tidak untuk maksud memperkuat KPK, maka Presiden akan menarik diri dari pembahasan undang-undang KPK," kata Johan Budi.
Johan Budi menambahkan, sekembali dari kunjungan kerja di Amerika, Presiden Jokowi akan melakukan evaluasi draft revisi UU KPK yang merupakan hak inisiatif dari DPR.
"Presiden akan melakukan evaluasi terkait dengan hak inisiatif DPR untuk merevisi undang-undang KPK, terhadap adanya kontra dari masyarakat yang semakin meluas. Sekembali Presiden dari Amerika akan ada evaluasi. Sambil Presiden menunggu apa sih isi draft revisi undang-undang KPK yang merupakan hak inisiatif DPR," lanjutnya.
Presiden, lanjut Johan Budi juga mencermati beberapa poin pasal dalam draft revisi itu yang justru memperlemah kerja KPK.
"Kalau di revisi itu ada misalnya, KPK dibatasi 12 tahun, itu jelas memperlemah. Kemudian, kewenangan penuntutan KPK dicabut, itu jelas memperlemah. Kemudian, penyadapan harus ijin pengadilan, itu juga memperlemah. Dalam perspektif Presiden itu semua memperlemah. Presiden belum menerima draft itu, kan baru besok di paripurnakan. Nah kalau isinya memperlemah maka Presiden akan menarik diri dan tidak akan melanjutkan pembahasan revisi undang-undang KPK," imbuh Johan Budi.
Mengenai rencana dibentuknya dewan pengawas KPK, kata Johan, usulan ini juga belum dijelaskan detail oleh DPR. Karena itu, Presiden Jokowi belum bisa memberikan penilaian. dengan rencana memberikan KPK kewenangan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).
Kewenangan itu dianggap Johan sangat riskan karena berpotensi disalahgunakan oleh oknum di internal KPK. Presiden menghimbau agar dalam revisi UU KPK ini, semua pihak terkait mendengar suara rakyat.
Penolakan revisi Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi bukan hanya datang dari masyarakat, para pimpinan KPK juga menyatakan penolakannya atas revisi UU KPK yang justru malah memperlemah KPK.
Ketua KPK Agus Rahardjo menegaskan revisi UU KPK baru bisa dapat dilakukan jika indeks persepsi korupsi Indonesia (IPK), sudah naik menjadi 50 poin. Sedangkan IPK Indonesia 2015 tercatat masih tertahan di angka 36 poin.
"Sikap kami sudah jelas. Bahwa pimpinan yang baru dan seluruh jajaran KPK, menolak dilakukannya revisi UU KPK dalam waktu dekat ini. Kami sudah menyampaikan ancar-ancarnya kalau indeks persepsi korupsi sudah 50, baru kemudian kami akan melakukan kajian apakah revisi itu perlu dilakukan," kata Agus Rahardjo. [aw/uh]