Pengamat Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar kepada VOA, Senin (20/11), menilai penahanan Setya Novanto yang dilakukan KPK sudah cukup beralasan. Menurut dia, KPK sebagai lembaga penegak hukum mempunyai kewenangan untuk menangkap dan menahan seseorang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memindahkan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Kencana, ke sel di gedung KPK sekitar pukul 23.30, Minggu (19/11). Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengatakan berdasarkan rekomendasi tim dokter RSCM dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Setya tak perlu lagi menjalani rawat inap.
Setya Novanto diancam hukuman maksimal 20 tahun penjara. Menurut Fickar, semua perkara pidana termasuk korupsi yang diancam hukuman 5 tahun ke atas, itu bisa ditahan sehingga dalam kasus Setya Novanto, KPK sah melakukan penahanan.
Lebih lanjut, Fickar mengatakan selama ini Setya Novanto hanya memenuhi tiga kali dari 10 panggilan dari KPK, sebagai saksi. Sementara satu kali panggilan sebagai tersangka, ia tidak hadir.
“Karena latar sosiologis seperti itu, itu sudah memenuhi alasan subjektifnya karena itu penyidik KPK menggunakan kewenangan subjektifnya untuk menahan, bahwa ada tiga alasan subjektif yaitu dikhawatirkan akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, yang ketiga akan mengulangi lagi perbuatannya,” kata Fickar.
Kuasa hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi, menilai penahanan Ketua Umum Partai Golkar itu, justru telah melanggar aturan dan hak asasi manusia. Dia mempertanyakan undang-undang yang dipakai oleh KPK sebagai dasar untuk menahan seseorang tanpa diperiksa dan dalam keadaan sakit yang serius.
Atas tindakan KPK tersebut, kata Fredrich, pihaknya akan menuntut komisi antirasuah tersebut ke Pengadilan HAM Internasional.
“Saya tanya Undang-Undang Hukum Acara Pidana Nomor 8 Tahun 1981, apakah berlaku untuk KPK? Berlaku. Tolong sebutkan ke saya, kok saya cari-cari tidak ketemu, (pasal) yang bisa menahan orang yang belum diperiksa kemudian langsung ditahan dalam keadaan sakit cukup serius,” kata Fredrich.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mohammad Mahfud M.D, menilai keinginan pengacara Setya Novanto melaporkan KPK ke Mahkamah Internasional mengada-ada. Menurutnya, pengadilan internasional hanya diperuntukkan bagi kasus genosida dan kejahatan kemanusiaan.
Kondisi Setya Novanto Membaik
Direktur Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Kencana, Dr dr CH Soejono, menjelaskan hasil dari serangkaian pemeriksaan menujukkan bahwa kondisi Setya Novantosudah membaik.
“Serangkaian wawancara medis dan pemeriksaan jasmani serta beberapa penunjang yang dibutuhkan, dilakukan. Tim dokter di RSCM menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak ada indikasi lagi untuk dirawat inap,” papar Soejono.
Fickar mengatakan berdasarkan rekomendasi RSCM dan IDI itu, maka KPK berhak menahan dan memeriksa Setya Novanto sebagai tersangka.
Setya Novanto menjalani rawat inap di rumah sakit, setelah mobil yang ia tumpangi diklaim mengalami kecelakaan di kawasan Permata Hijau, Jakarta, Kamis (16/11) malam pekan lalu. Mobil yang dikemudikan oleh wartawan Metro TV, Hilman Mattauch, tersebut ditumpangi Setya Novanto dan ajudannya, Reza Pahlevi. Menurut pengacaranya, Setya Novanto mengalami benturan keras pada kepala hingga tak sadarkan diri.
KPK memindahkan perawatan Setya dari Rumah Sakit Medika Permata Hijau ke RSCM Kencana. Setelah mendapatkan rekomendasi dokter bahwa pria berusia 62 tahun tersebut tidak perlu dirawat inap, maka KPK memindahkannya ke sel di gedung KPK.
KPK menetapkan Setya Novanto sebagai tahanan hingga 20 hari ke depan. Setya merupakan tersangka atas kasus dugaan korupsi proyek kartu tanda penduduk berbasis elektronik yang merugikan negara sebesar 2,3 trilliun rupiah.