Perempuan usia lanjut dengan gangguan ingatan ringan memburuk ingatannya dua kali lebih cepat dibandingkan pria, menurut para dokter Selasa, sebagai bagian dari studi untuk memahami mengapa penyakit Alzheimer lebih berpengaruh pada perempuan dibandingkan laki-laki.
Hampir dua pertiga warga Amerika yang menderita Alzheimer adalah perempuan.
Pada usia 65 tahun, perempuan yang tampaknya sehat memiliki peluang satu banding enam terkena Alzheimer, dibandingkan dengan satu banding 11 bagi laki-laki. Pakar sebelumnya memperkirakan kesenjangan tersebut disebabkan perempuan cenderung hidup lebih lama - namun mereka setuju bahwa pasti ada faktor lain yang menyebabkan perempuan lebih rentan.
"Perempuan menjadi korban yang paling menderita akibat penyakit Alzheimer," ujar Dr. Kristine Yaffe dari University of California, San Francisco. "Kami tidak begitu mengerti apa penyebabnya."
Serangkaian studi dipersembahkan Selasa pada Konferensi Asosiasi Internasional Alzheimer mengungkap tanda-tanda seseorang rentan terhadap penyakit tersebut sebelum menunjukkan gejala-gejalanya.
Pertama-tama, tim peneliti di Duke University membandingkan sekitar 400 laki-laki dan perempuan yang memiliki gangguan ingatan ringan, dengan perubahan ingatan yang tidak mengganggu kehidupan sehari-hari tapi menandai meningkatnya risiko terkena Alzheimer. Kemampuan kognitif mereka diukur selama empat tahun, dan bahkan hingga delapan tahun bagi sebagian peserta studi.
Peserta laki-laki mencatat skor lebih baik dalam ujian ingatan mendalam dan kemampuannya berpikir turun satu poin setiap tahunnya sementara nilai peserta perempuan turun dua poin tiap tahun.
Usia, tingkat pendidikan dan bahkan keberadaan gen ApoE-4 yang memprediksi risiko Alzheimer tidak menyebabkan perbedaan hasil ujian ingatan tersebut, menurut mahasiswa kedokteran Duke University Katherine Lin, yang menulis studi ini dengan profesor psikiatri Dr. P. Murali Doraiswamy. Studi ini tidak cukup panjang dan tidak cukup banyak pesertanya untuk menentukan apakah perempuan lebih berisiko terkena demensia secara penuh.
Studi ini juga tidak dapat menjelaskan mengapa ingatan perempuan menurun lebih cepat, tapi peneliti mengatakan studi pencegahan Alzheiner dalam skala lebih besar dapat mulai menganalisa perbedaan antar gender untuk mencari jawabannya. Dua studi lain yang juga dirilis pada saat yang sama memberi penjelasan tambahan mengenai perbedaan pada otak perempuan.
Penumpukan Beta-amyloid
Studi lainnya, membandingkan pemindaian PET dari 1.000 peserta untuk melihat seberapa banyak protein beta-amyloid menumpuk di otak laki-laki dan perempuan, sebagian di antaranya sehat, sebagian berisiko Alzheimer dan yang lainnya sudah menderita Alzheimer.
Plak amyloid adalah penanda Alzheimer, dan peningkatan level amyloid dapat membantu mengindikasikan siapa yang berisiko sebelum gejala muncul.
"Secara keseluruhan, perempuan memiliki lebih banyak amyloid daripada laki-laki," bahkan di antara kelompok dengan kemampuan kognitif yang normal, menurut Dr. Michael Weiner dari University of Califonia, San Francisco. Studi ini tidak dapat menjelaskan kenapa, walaupun tampaknya tidak disebabkan gen ApoE-4, yang lebih akurat memprediksi penyakit Alzheimer pada laki-laki tapi tidak pada perempuan.
Dampak Anastesi
Sebagian warga usia lanjut yang dibius saat menjalani operasi, mengalami gangguan kognitif setelahnya. Peneliti sekarang mengatakan risiko gangguan kognitif tersebut lebih tinggi pada perempuan.
Dr. Katie Schenning dari Oregon Health & Science University melacak data dari sekitar 500 peserta dua studi jangka panjang mengenai dampak proses penuaan terhadap kemampuan kognitif, yang termasuk di antaranya tes terhadap otak. Sekitar 180 peserta menjalani 331 prosedur termasuk anastesi total.
Tujuh tahun kemudian, pasien yang menjalani operasi dengan anastesi total terlihat menurun kemampuan kognitifnya, kemampuan untuk berfungsi dan otak mereka bahkan menyusut lebih cepat dibanding mereka yang tidak menjalani operasi. Tapi kondisi perempuan menurun lebih cepat dibanding laki-laki, kata Schenning.
"Pasien usia lanjut sebaiknya membahas terlebih dahulu dengan dokter mereka apakah operasi tersebut benar-benar diperlukan," katanya.
Schenning tidak mengukur level amyloid para pasien tersebut; studi-studi lain mengusulkan bahwa pasien yang berisiko mungkin sudah menderita gangguan kognitif.
Masalahnya bukan terletak pada penggunaan anastesi, menurut Schenning. Penelitian pada hewan menunjukkan bahwa operasi dapat menyebabkan molekul penyebab peradangan melintas ke otak dan mempengaruhi komunikasi antara sel syaraf.
Dibutuhkan Riset Lebih Lanjut
Studi-studi tersebut menunjukkan bagaimana penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menjelaskan perbedaan antara dampak Alzheimer terhadap perempuan dan laki-laki.
"Ini bukan soal perempuan hidup lebih lama dibanding laki-laki. Ada faktor-faktor lainnya yang berperan, baik biologis, lingkungan, yang membuat perempuan lebih berisiko, atau jika mereka menunjukkan gejala, penyakitnya berkembang lebih cepat," kata Dr. Kristine Yaffe dari University of California, San Francisco.