Orang tua anak picky eaters atau yang memilih-milih makanan bisa berbesar hati: Riset baru menunjukkan masalah anak memilih-milih makanan tidak perlu dipusingkan, walaupun bagi sebagian anak, hal itu bisa menandakan masalah emosional yang harus diperiksa.
Anak-anak usia pra sekolah yang sangat pemilih terkait makanan yang mereka konsumsi dan bahkan tidak suka berada di dekat beberapa jenis makanan kemungkinan besar mengalami kecemasan atau depresi, menurut penelitian tersebut. Tapi hanya 3 persen anak kecil yang ikut dalam penelitian sebegitu pemilihnya.
Mereka yang termasuk kategori pemilih makan tapi tidak terlalu parah, dan dijuluki "memilih makanan moderat" dalam penelitian itu, ditemukan pada 18 persen anak. Anak-anak ini hanya makan dengan pilihan makanan yang terbatas. Anak-anak yang tingkat pilih-pilih makanannya hampir dua kali lebih besar dari lainnya, kemungkinan besar mengalami gejala-gejala kecemasan dalam dua tahun berikutnya, menurut penelitian tersebut.
Model pilih-pilih makanan yang lebih umum ditemukan, termasuk anak-anak yang menolak makan sayuran, kemungkinan termasuk kategori "tidak suka yang normal," kata spesialis gangguan makan Nancy Zucker, peneliti utama dan seorang professor psikiatri di fakultas kedokteran Universitas Duke. Anak-anak yang ada dalam kategori ini biasanya meninggalkan kebiasaan tidak suka makan sayuran ketika mereka tumbuh dewasa.
Zucker mengatakan anak kecil yang cukup pemilih dalam hal makanan mungkin akan melampaui fase ini daripada kelompok pemilih makanan yang lebih parah, walaupun penelitian lebih lanjut masih harus dilakukan.
Penelitian tersebut dipublikasikan hari Senin (3/8) pada jurnal Pediatrics.
Dr. Arthur Lavin, seorang dokter anak dari Cleveland mengatakan memilih-milih makanan adalah salah satu di antara masalah yang terbanyak dilaporkan orang tua ketika berkonsultasi, dan penelitian tersebut "membantu memahami siapa yang perlu kita khawatirkan."
"Ada alasan yang lebih mendalam tentang penolakan mereka makan brokoli," kata Lavin, seorang anggota komite American Academy of Pediatrics terkait isu-isu sosial-psycho. Ia tidak terlibat dalam penelitian tersebut.
Penelitian itu fokus pada sekitar 900 anak berusia 2 hingga 5 yang dipilih dari pasien dokter yang berafiliasi dengan pusat medis Duke di Durham, North Carolina.
Para peneliti melakukan wawancara di rumah dengan orang tua untuk mengevaluasi kebiasaan makan anak-anak mereka dan masalah kesehatan mental. Evaluasi susulan dilakukan dua tahun berikutnya terhadap 200 anak.
Dibandingkan dengan anak-anak yang tidak terlalu cerewet tentang makanan mereka, depresi dan kecemasan sosial anak-anak yang memilih-milih makanan dua kali lebih besar; gejala-gejala attention deficit behavior (ADD) dan kecemasan bila terpisah dari orang tua biasa ditemukan di anak-anak yang pemilih moderat.
Pilih-pilih makanan yang parah yang dijelaskan dalam penelitian ini mirip dengan suatu kondisi yang disebut gangguan asupan makan terbatas atau avoidant/restrictive food intake disorder, dan ditambahkan pada tahun 2013 pada manual psikiatri terbaru yang digunakan dengan luas, menurut para peneliti. Gangguan ini bisa terjadi di semua umur, beberapa yang mengidap gangguan ini sangat sensitif terhadap rasa, bau dan tekstur makanan.
Zucker mengatakan pilih-pilih makanan yang parah bisa jadi petunjuk pertama bagi orang tua bahwa seorang anak mengalami kecemasan atau depresi dan mereka bisa berobat dengan spesialis kesehatan mental.
Pilih-pilih makanan yang moderat tidak terlalu mengkhawatirkan tapi anak-anak yang memiliki kondisi seperti ini bisa menyulitkan pada saat makan bersama keluarga, ujarnya. Untuk menghindari hal itu, Zucker menyarankan orang tua mencoba memperkenalkan makanan-makanan baru di luar jam makan.