Olahraga tidak hanya baik bagi kesehatan tubuh, tapi juga kesehatan otak Anda. Demikian menurut sebuah studi baru yang menyimpulkan olahraga dapat membantu ingatan yang menurun - bahkan pada orang yang menderita penyakit Alzheimer.
Pengaruhnya memang tidak drastis, tapi serangkaian studi baru-baru ini menemukan bahwa olahraga dengan tingkat intensitas tinggi dapat menurunkan jenis protein dalam tubuh yang memprediksi risiko Alzheimer - dan meningkatkan kualitas hidup seseorang yang sudah berada pada tahap-tahap awal penyakit ini.
"Olahraga aerobik yang dilakukan secara rutin dapat meremajakan otak," kata pakar neuroscience kognitif Laura Baker dari Wake Forest School of Medicine di North Carolina, yang melaporkan sejumlah penelitian di Konferensi Asosiasi Alzheimer Internasional.
Para dokter menganjurkan orang untuk tetap aktif dengan bertambahnya usia. Olahraga baik bagi jantung, yang lantas berdampak pada otak. Banyak riset menunjukkan aktivitas fisik dapat memperbaiki ingatkan pada orang lanjut usia yang dalam keadaan sehat dan berpotensi menurunkan risiko demensia.
Dengan belum adanya obat yang dapat memperlambat kerusakan otak pada penderita Alzheimer, penemuan baru ini menunjukkan perubahan gaya hidup dapat membantu memulihkan gangguan ingatan. Namun, orang disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter untuk menentukan jenis olahraga seperti apa yang aman bagi kondisi medis mereka, terutama bila sudah didiagnosa dengan Alzheimer.
"Ini penting bagi anggota keluarga yang merawat pasien Alzheimer, terutama untuk berpikir bagaimana mereka dapat menjadikan orang tercinta mereka tetap aktif. Hal terakhir yang mereka inginkan adalah menyaksikan orang tercinta mereka hanya duduk-duduk di rumah menonton TV," ujar Maria Carrillo dari Asosiasi Alzheimer.
Seberapa sering mereka harus berolahraga? Dalam studi-studi dari North Carolina, Denmark dan Kanada tersebut, pasien mendapat latihan aerobik selama sejam tiga atau empat kali per minggu.
"Anda terengah-engah dan berkeringat," kata Baker, yang penelitiannya menarik perhatian luas karena ini salah satu penelitian pertama yang menemukan bahwa olahraga dapat berdampak pada tau, penanda Alzheimer yang dapat menyebab kusutnya sel otak.
Baker mempelajari 71 lansia yang tidak bergaya hidup aktif dengan gangguan kognitif ringan yang dapat meningkatkan risiko menderita Alzheimer. Mereka mengenakan monitor untuk memastikan denyut jantung mereka yang berolahraga naik dan bahwa denyut jantung kelompok kontrol tetap rendah dengan hanya melakukan gerakan-gerakan peregangan.
Pemindaian dengan MRI (Magnetic Resonance Imaging) menunjukkan kelompok yang berolahraga mengalami peningkatan aliran darah di otak yang penting bagi ingatan dan proses berpikir - sementara uji kognitif menunjukkan perbaikan pada konsentrasi mereka, kemampuan perencanaan dan pengorganisasian, yang disebut ilmuwan sebagai "fungi eksekutif" otak, menurut Baker.
Yang paling menarik, uji cairan tulang belakang juga menunjukkan turunnya tingkat protein tau yang mengkhawatirkan itu pada kelompok lansia yang berolahraga.
"Ini bagus sekali," kata Dr. Laurie Ryan dari National Institute on Aging. Namun menurutnya, terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa risiko memburuknya ingatan turun dengan berolahraga. Ia menambahkan bahwa harus dilakukan studi-studi lanjutan untuk menguji apakah olahraga memiliki dampak jangka panjang.
Tahun ini juga, Baker akan melakukan studi nasional selama 18 bulan yang akan menguji dampak olahraga pada orang dengan gangguan kognitif ringan.
Para peneliti dari Denmark melaporkan pekan lalu bahwa olahraga dengan intensitas tinggi mencegah gejala-gejala neuropsikiatri - agresi, sifat lekas marah, berkhayal yang tidak-tidak - pada lansia dengan Alzheimer ringan.
Para peneliti di University of Copenhagen mempelajari 200 lansia selama empat bulan, dan tidak menemukan perbaikan ingatan, walaupun mereka yang berolahraga dengan intensitas paling tinggi tercatat lebih cekatan dan lebih mudah berkonsentrasi.
Tapi peningkatan kualitas hidup penting artinya karena gejala-gejala neuropsikiatri dapat menjadikan perawatan lebih rumit dan ini adalah salah satu alasan banyak anggota keluarga mengirim orang tercinta mereka yang menderita demensia ke panti jompo, menurut Ryan.
Di University of British Columbia, Kanada, periset mempelajari 60 lansia dengan berbagai tingkatan gangguan ingatan - yang disebabkan penyumbatan pembuluh darah - dan menemukan bahwa peserta mencatat hasil yang lebih baik pada uji kognitif setelah berlatih rutin di treadmill selama enam bulan.
Kembali di North Carolina, seorang peserta studi yang dilakukan Baker mengatakan bahwa olahraga secara rutin memang tidak mudah bagi para peserta studi pada awalnya, tapi ia senang dengan hasilnya. Michael Gendy, 62 tahun, mengatakan ia tidak pernah merasa ada gangguan ingatan sebelumnya, tapi sekarang ia mengatakan ia tidak mudah lelah setelah menaiki tangga, tidur lebih pulas dan sesekali merasa ingatannya berfungsi lebih cepat.
Ia mengatakan latihan yang ia ikuti membantunya menyadari betapa pentingnya untuk berolahraga.
Baker mengatakan lansia yang tidak aktif dapat belajar untuk berolahraga dengan aman tapi harus melakukannya secara bertahap, mulai dengan latihan selama 10 menit.
"Kita memanjakan mereka," katanya. "Mereka takut masuk ke tempat olahraga. Mereka tidak percaya diri pada kemampuan mereka. Kita memberi mereka bimbingan intensif satu per satu."
Gendy mencoba untuk meneruskan rutinitasnya berolahraga, dengan berjalan cepat setiap sore atau mengendarai sepeda walaupun di tengah musim panas yang terik dan mendaftarkan diri untuk sesekali mengikuti kelas di pusat kebugaran setempat.
"Saya akan terus berolahraga selama saya masih bisa, selama tulang dan otot dan otak saya masih bisa tahan," katanya.