Media Manager Amnesty International Indonesia, Nurina Savitri menyerukan kepada polisi untuk melakukan investigasi secara menyeluruh, efektif, dan independen, terhadap dugaan penganiayaan yang menyebabkan Riko tewas di dalam sel tahanan Polres Sorong, pada Kamis (27/8) malam.
Adik ipar Edo itu dikabarkan tewas tak lebih dari 24 jam usai diserahkan ke Polres Sorong.
"Harus diusut tuntas karena keluarga korban berhak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Artinya pelaku harus mendapatkan hukuman pidana yang adil jangan sampai ada impunitas hukum seperti yang selama ini terjadi," kata Nurina kepada VOA, Senin (31/8) malam.
Ada dua versi berbeda dalam kasus kematian Riko. Pihak keluarga menyebut Riko tewas usai diduga dianiaya polisi, sedangkan versi lainnya adik ipar Edo itu meninggal dunia lantaran disiksa oleh sesama tahanan lain di dalam Mapolres Sorong. Namun, Nurina menilai informasi tersebut harus dibuktikan secara hukum termasuk menunjukkan bukti kamera pengawas atau CCTV.
"Itu harus dibuktikan secara hukum termasuk dengan menunjukkan bukti CCTV. Sekali pun itu nanti benar aparat kepolisian tidak bisa lepas tangan begitu saja karena keselamatan tahanan di penjara polisi itu adalah tanggung jawab petugas," ujarnya.
"Lalu, soal dugaan penembakan kaki korban saat dia hendak menyelamatkan diri itu juga tidak bisa dibenarkan. Merujuk prinsip-prinsip dasar penggunaan kekerasan senjata api oleh penegak hukum yang dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Senjata api seharusnya hanya digunakan pada situasi genting," tambah Nurina.
Amnesty International Indonesia memang belum melakukan investigasi secara langsung terkait kasus kematian Riko di Mapolres Sorong. Namun, mereka mencatat sepanjang 2020 ini hampir setiap bulan terjadi pembunuhan di luar hukum di Papua.
"Sejak Februari hingga akhir Juli lalu, kami mencatat ada 10 kasus pembunuhan di luar hukum dengan total 14 korban. Tentu saja jumlah korban di Agustus ini kemungkinan bertambah dari jumlah terakhir," ungkap Nurina.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Papua Barat, AKBP Adam Erwindi, mengatakan pihaknya telah membentuk tim untuk mengusut kasus kematian adik ipar Edo tersebut. Namun, mereka masih menunggu hasil dari investigasi itu.
"Kita soalnya masih menunggu tim yang ditunjuk Kapolda untuk melihat kondisi yang sebenarnya. Tim dipimpin Dirkrimum dan Kabid Propam Polda Papua Barat," ujar Adam saat dihubungi VOA, Selasa (1/9).
Diserahkan Keluarga ke Polisi
Sebelumnya, menurut penuturan Edo Kondologit dalam video yang viral di media sosial, Riko diserahkan ke Polres Sorong karena keluarganya menduga ia terlibat dalam pembunuhan terhadap seorang tetangga perempuan yang ditemukan meninggal pada 26 Agustus 2020.
Dugaan tersebut muncul setelah pihak keluarga menemukan ponsel milik korban di bawah tempat tidur Riko. Keluarga juga menduga Riko berada di bawah pengaruh minuman keras dan narkoba. Ia kemudian diserahkan ke Polres Sorong pada 27 Agustus 2020.
Namun keesokan harinya pihak Polres mengatakan Riko telah meninggal dunia. Edo menduga iparnya tersebut dipukuli dan dianiaya di dalam Polres, kemudian ditembak di bagian kaki saat hendak menyelamatkan diri.
"Kami serahkan anak itu untuk diproses secara hukum dengan baik. Belum sampai 24 jam sudah mati. Kami menuntut keadilan," kata Edo.
Sementara Polres Sorong justru menyatakan korban diduga dianiaya tahanan lain hingga tewas. Petugas polisi yang berjaga sempat berusaha mengevakuasi korban untuk dibawa ke rumah sakit. Namun akibat luka yang diderita Riko cukup parah, nyawanya tak berhasil diselamatkan. [aa/em]