Iran melantik presiden barunya, Masoud Pezeshkian, pada hari Selasa (30/7). Politisi reformis sekaligus dokter bedah jantung itu berjanji bahwa pemerintahannya akan terus berusaha mencabut sanksi ekonomi yang dijatuhkan Barat akibat program nuklir Teheran yang kontroversial.
Pezeshkian menyampaikan pidato perdananya sebagai presiden setelah dilantik dalam sebuah upacara yang digelar di gedung parlemen di ibu kota Iran, Teheran.
Ia mengatakan, ia menganggap normalisasi hubungan ekonomi Iran dengan dunia sebagai hak Iran yang tidak dapat dihilangkan.
“Saya tidak akan berhenti berusaha mencabut sanksi-sanksi yang menindas ini,” ungkapnya.
Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, pada hari Minggu (28/7) secara resmi mendukung Pezeshkian, mendorongnya untuk memprioritaskan negara-negara tetangga, Afrika dan Asia, serta negara-negara yang telah “mendukung dan membantu” Iran dalam kebijakan luar negerinya.
Pezeshkian, yang sebelumnya telah lama menjadi anggota legislatif, memenangkan pemilihan presiden Juli lalu, setelah pendahulunya, Ebrahim Raisi, tewas dalam kecelakaan helikopter pada bulan Mei, yang memicu digelarnya pemilu dini.
Ia diberi waktu dua minggu untuk membentuk kabinetnya untuk pengambilan mosi kepercayaan di parlemen.
Sanksi itu telah menghantam ekspor minyak Iran yang sangat penting, menghalangi transkasi di jaringan perbankan internasional dan memicu inflasi, yang pada saat ini telah mencapai 40%.
Dolar dipertukarkan pada angka 584.000 rial Iran, membuat nilai mata uang negara itu anjlok.
Ketika perjanjian nulir bersejarah tercapai dengan negara-negara adidaya dunia, satu rial setara dengan 32.000 dolar.
Mantan Presiden AS Donald Trump secara sepihak menarik AS dari perjanjian nuklir Iran pada 2018.
Iran sendiri telah melakukan perundingan tidak langsung dengan pemerintahan Biden, meski tidak ada kemajuan yang jelas terkait pengekangan program nuklir Teheran maupun pencabutan sanksi ekonomi terhadap Iran.
Iran berkukuh bahwa program nuklirnya bertujuan damai dan ditujukan untuk memproduksi listrik dan radioisotop untuk pengobatan pasien kanker – bukan senjata nuklir.
“Tekanan dan tuntutan berlebihan tidak akan memengaruhi pemimpin, bangsa maupun sistem politik Iran,” kata Pezeshkian.
Upacara pelantikan Pezeshkian dihadiri perwakilan lebih dari 70 negara, serta Enrique Mora, koordinator perundingan nuklir Uni Eropa.
Emomali Rahman, presiden Tajikistan, juga hadir, demikian pula sekutu-sekutu Iran dari berbagai kelompok militan Palestina, termasuk pemimpin Hamas Ismail Haniyeh dan pemimpin Jihad Islam Ziyad al Nakhaleh.
Iran dihadapkan pada situasi sulit karena terjadinya perang Israel-Hamas di Jalur Gaza, dan kekhawatiran negara-negara Barat bahwa pengayaan uranium Teheran telah mendekati level yang memungkinkan Iran memproduksi beberapa senjata nuklir jika mereka mau.
April lalu, Iran meluncurkan serangan langsung pertamanya ke Israel akibat perang di Gaza, ketika kelompok-kelompok militan yang dipersenjatai Teheran – seperti Hizbullah di Lebanon dan kelompok pemberontak Houthi di Yaman – juga terlibat pertempuran dan meningkatkan serangan.
Dalam pidatonya, Pezeshkian mengungkapkan dukungannya bagi rakyat Palestina, “kami sedang berupaya menciptakan dunia di mana orang-orang Palestina yang bangga terbebas dari cengkeraman pendudukan, penindasan, pemenjaraan, dan genosida.” [rd/ab]
Forum