Presiden China Xi Jinping pada Senin (23/9) mengatakan ia berharap dapat memperluas jalinan kerja sama Beijing dengan Sri Lanka di bawah inisiatif infrastruktur Sabuk dan Jalan (BRI). Harapan itu disampaikan Xi saat mengucapkan selamat kepada pemimpin baru negara pulau itu, Anura Kumara Dissanayaka.
Dissanayaka, seorang Marxis, dilantik di Sekretariat Presiden di Kolombo pada Senin (23/9). Ia berkomitmen untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap politik.
Negara itu bangkit dari keruntuhan ekonomi yang berkepanjangan yang sebagian disebabkan oleh megaproyek China yang sebenarnya adalah limpahan utang yang dikucurkan melalui Inisiatif Sabuk dan Jalan, sebuah proyek infrastruktur yang menjadi andalan Xi untuk memperluas pengaruh negaranya di mancanegara.
"Saya sangat menaruh perhatian terhadap pengembangan hubungan China-Sri Lanka dan bersedia bekerja sama dengan Tuan Presiden untuk melanjutkan persahabatan tradisional kita (dan) meningkatkan kepercayaan politik bersama," kata Xi dalam sebuah pesan kepada Dissanayaka, menurut lembaga penyiaran milik pemerintah, CCTV.
Xi mengatakan ia berharap kerja sama bilateral di bawah Inisiatif Sabuk dan Jalan yang menjadi program andalannya akan "membuahkan hasil lebih banyak", imbuh CCTV.
Ia menyatakan bahwa Beijing akan "mendorong kemajuan yang konsisten dalam bantuan timbal balik yang tulus antara China dan Sri Lanka, memperkuat kemitraan kerja sama strategis yang telah terjalin, dan menciptakan lebih banyak manfaat bagi masyarakat kedua negara."
Para kritikus Barat menuding Beijing menggunakan Inisiatif Sabuk dan Jalan untuk menjerat negara-negara berkembang dalam labirin utang yang tidak berkesudahan, untuk memberikan pengaruh diplomatik atas mereka atau bahkan menyita aset negara-negara tersebut.
Namun, sejumlah pemimpin, serta sejumlah penelitian yang dilakukan lembaga kajian dunia terkemuka, seperti Chatham House di London, membantah teori "jebakan utang" itu.
Pada Desember 2017, Sri Lanka terpaksa menyerahkan pelabuhan Hambantota di selatan pulau kepada perusahaan Beijing dengan sewa 99 tahun senilai $1,12 miliar karena Kolombo wanprestasi dalam membayar kembali pinjaman besar dari China.
Dan Sri Lanka gagal membayar pinjaman luar negerinya pada 2022 saat negara itu menghadapi krisis yang menyebabkan kekurangan makanan, bahan bakar, dan obat-obatan selama berbulan-bulan.
China adalah kreditor bilateral terbesar Sri Lanka, dengan total pinjaman mencapai $4,66 miliar dari $10,58 miliar yang dipinjam negara itu dari berbagai negara.
Tahun lalu, Dana Moneter Internasional (IMF) menyetujui pinjaman talangan sebesar $2,9 miliar untuk Sri Lanka, sementara Beijing juga sepakat untuk merestrukturisasi pinjamannya kepada negara tersebut.
Bulan ini, Sri Lanka mencapai kesepakatan dengan pemegang obligasi internasional untuk menyelesaikan proses restrukturisasi utang yang telah berlangsung menahun. [ah/rs]
Forum