Presiden Filipina Rodrigo Duterte, dengan marah mengatakan “selamat tinggal” kepada Amerika dan mengancam akan membatalkan persetujuan yang mengizinkan pasukan Amerika berkunjung ke Filipina, Sabtu (17/12), sebagai tanggapan atas asumsi bahwa Amerika telah menghentikan paket bantuan yang besar.
Millennium Challenge Corporation, badan bantuan pemerintah Amerika, sebenarnya tidak membatalkan bantuan tersebut. Badan itu sedang menunggu pemungutan suara mengenai perpanjangan bantuan untuk Filipina “yang dapat ditinjau kembali lebih jauh terkait keprihatian mengenai kekuasaan-hukum dan kebebasan sipil.”
Duterte memenangkan pemilihan presiden sebelumnya tahun ini sebagian berdasarkan janjinya untuk dengan agresif menindak pedagang narkoba dan penjahat.
Polisi dan milisi Filipina telah membunuh sedikitnya 3.600 orang atas penggunaan narkoba dan penjualan narkoba sejak Duterte memangku jabatan presiden pada akhir Juni.
“Kita dapat bertahan hidup tanpa uang Amerika,” kata Duterte, “tetapi Amerika juga dapat diberi peringatan. Bersiap-siap keluar dari Filipina. Bersiap-siap akan pencabutan Persetujuan Kunjungan Pasukan.”
Pemimpin yang kontroversial itu juga mengatakan hari Sabtu (17/12), ia akan mengesampingkan keputusan mahkamah arbitrasi internasional yang menyatakan klaim Beijing tidak syah atas Laut China Selatan yang ramai, karena ia tidak ingin memberatkan China, yang tampaknya telah memasang senjata di wilayah Laut China Selatan.
Menteri Luar Negeri Filipina Perfecto Yassay, Jr. mengatakan, “Kita ingin memastikan bahwa tidak akan tindakan lebih jauh yang akan meningkatkan ketegangan” antara China dan Filipina.
Manila telah menjadi salah satu sekutu utama Washington di Asia sejak kedua negara menanda-tangani perjanjian pertahanan bersama tahun 1951.
Sejak tahun 2002, antara 50 hingga 100 penasehat Amerika biasanya bekerja di bagian barat-daya negara itu membantu membendung pemberontak Muslim. Sejak kedua negara menandatangani persetujuan tahun 2014, tentara laut Amerika telah berkunjung untuk membantu negara itu mengawasi setiap kapal China di perairan yang disengketakan.
Amerika Serikat, bekas penjajah Filipina, juga memberi banyak visa bekerja bagi warga Filipina dan sumber nomor dua investasi langsung asing negara itu setelah Jepang tahun 2013.
Tahun 2013 Amerika Serikat menanam modal $1,3 milyar di Filipina. [gp]