Presiden Irak Barham Salih mengatakan ia tidak melihat ada tentangan “serius” terhadap kehadiran pasukan Amerika di Irak, yang secara khusus membantu pasukan Irak melawan kelompok ISIS.
Salih mengatakan ada “konsensus” bahwa Irak perlu berkolaborasi dengan pasukan Amerika, yang menurutnya “dapat berlanjut selama yang diperlukan,” terlepas dari pengumuman minggu lalu tentang keberhasilan mereka merebut benteng terakhir ISIS di Suriah; demikian ujar Salih dalam wawancara eksklusif dengan Associated Press hari Jumat (29/3), sehari sebelum berangkat ke ibukota Tunisia untuk menghadiri pertemuan puncak tahunan negara-negara Arab.
Sekitar 5.200 personil pasukan Amerika ditempatkan di Irak sebagai bagian dari perjanjian keamanan dengan pemerintah negara itu untuk memberikan nasihat, membantu dan mendukung pasukan Irak melawan ISIS.
ISIS menguasai sebagian besar wilayah Irak tahun 2014 setelah pasukan Irak kalah, dan kemudian menyatakan kekhalifahan yang mencakup wilayah Irak dan sebagian Suriah.
Pasukan Amerika, yang telah meninggalkan Irak tahun 2011 pasca invasi tahun 2003, diminta datang kembali untuk membantu memerangi kelompok itu tahun 2014. Irak menyatakan kemenangan atas ISIS pada akhir tahun 2017 setelah perang yang menelan banyak korban jiwa.
“Mereka (pasukan Amerika.red) berada di sini untuk misi khusus, untuk memberdayakan dan memungkinkan pasukan Irak melawan ISIS. Tidak ada yang lain. Ini adalah misi eksklusif, dan dalam konteks itu saya tidak melihat ada tentangan serius terhadap kehadiran pasukan Amerika di Irak,” ujarnya.
Pernyataan Presiden Irak Bertolakbelakang dengan Tokoh Lain
Pernyataan Salih ini sangat bertolakbelakang dengan sebagian besar wakil-wakilnya di parlemen Irak, yang mengatakan mereka sedang mempersiapkan rancangan undang-undang yang menyerukan penarikan penuh pasukan Amerika dari negara itu karena perang melawan ISIS sudah berakhir.
Kunjungan Presiden Donald Trump secara mendadak ke Irak pada Desember lalu, dimana ia gagal bertemu langsung dengan Perdana Menteri Adil Abdul-Mahdi dan pernyataan Trump bahwa ia ingin pasukan Amerika tetap berada di Irak untuk “memantau Iran;” telah memicu kemarahan di Baghdad dan memancing perdebatan.
Salih mengatakan misi apapun di luar yang sudah disepakati dengan pemerintah Irak “tergantung pada pertimbangan pemimpin politik di negara itu.” (em)