Seruan akan pemberlakuan kembali hukuman mati telah menjadi sering dalam beberapa pekan ini sejak usaha kudeta yang gagal sementara Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan melaksanakan pembersihan besar-besaran terhadap orang-orang yang dicurigai terlibat dalam kudeta itu.
Pembersihan sebagian besar ditujukan terhadap para anggota militer, polisi dan dinas intelijen, wartawan, dan para dosen anggota gerakan terlarang yang dipimpin oleh ulama Fethullah Gulen, seorang penduduk Amerika Serikat. Puluhan ribu orang telah ditangkap atau diberhentikan dari jabatan mereka.
Jutaan orang yang menghadiri rapat umum hari Minggu (7/8) di Istanbul mendengar Presiden Turki menyatakan lagi dukungannya pada legalisasi eksekusi di negara itu untuk pertama kalinya sejak tahun 2004 kalau parlemen Turki memutuskan untuk mengajukan rancangan demikian.
“Amerika mempunyai hukuman mati, Jepang mempunyai hukuman mati, dan China mempunyainya. Sebagian besar dunia mempunyainya. Jadi mereka dibiarkan mempunyainya,” kata Erdogan kepada massa.
"Kedaulatan adalah milik rakyat, jadi kalau rakyat mengambil keputusan ini, saya yakin partai-partai politik akan mematuhinya,” tegasnya.
Para pejabat Amnesty International di London mengatakan hari Senin (8/8) organisasi itu prihatin oleh ucapan Erdogan itu, yang dipandang oleh organisasi itu sebagai indikasi yang jelas bahwa hukuman mati akan dimaksudkan untuk menghukum orang-orang yang bertanggung-jawab atas usaha kudeta tanggal 15 Juli.
Lebih dari 200 orang tewas dalam kudeta yang gagal itu, sebagian oleh tentara pelaku kudeta yang menembaki kaum sipil yang turun ke jalan-jalan untuk menghentikan kudeta. [gp]