Dalam jumpa pers mingguan di kantornya, Kamis (6/10), juru bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir menjelaskan acara dialog lintas agama dan budaya di kalangan negara-negara anggota MIKTA itu merupakan usulan dari Indonesia, yang disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam pertemuan tingkat menteri MIKTA tahun lalu. Arrmanatha menambahkan pluralisme dan toleransi merupakan jati diri dan aset bangsa Indonesia.
MIKTA merupakan forum kerja sama beranggotakan lima negara, yakni Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki, dan Australia.
"Karena itu, kita memiliki kewajiban untuk bisa membagi pengalaman kita dalam menerapkan prinsip-prinsip toleransi di kita dan saat ini menjadi penting, khususnya karena kita saat ini di tingkat global dan nasional menghadapi berbagai ancaman datang dari terorisme, radikalisme, dan ekstremisme," kata Arrmanatha.
MIKTA dibentuk di sela-sela Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, Amerika Serikat pada 2013 oleh Menteri Luar Negeri Meksiko Claudia Ruiz Massieu, Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa, Menteri Luar Negeri Korea Selatan Yun Byung-se, Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu, dan Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop.
Menurut Arrmanatha, salah satu tujuan utama dari MIKTA adalah untuk bekerja sama dalam menghadapi berbagai tantangan global yang berdampak pada masing-masing negara.
Pada kesempatan yang sama, Muhsin Syihab, pelaksana tugas Direktur Pembangunan Ekonomi Lingkungan Hidup Kementerian Luar Negeri, mengatakan tema dialog lintas agama dan budaya yang akan diselenggarakan di Yogyakarta itu adalah “Memperkuat Solidaritas, Persahabatan, dan Kerja Sama Lewat Dialog Lintas Agama dan Budaya.”
Muhsin menjelaskan tema ini untuk menunjukkan setidaknya tiga hal. Pertama, menunjukkan komitmen MIKTA terhadap permasalahan-permasalahan global saat ini termasuksemakin maraknya ekstremisme, radikalisme dan kekerasan.
Kedua, untuk mempromosikan kehidupan harmonis, kedamaian, dan kehidupan toleran. Indonesia, lanjutnya, mempunyai kekuatan di bidang itu di mana dialog lintas agama sudah menjadi jati diri Indonesia, di mana Indonesia sudah melakukan interfaith dialogue seperti ini dengan25 negara, di kawasan Asia Pasifik, Asia, dan Eropa.
"Ketiga, melalui forum ini akan diadakan semacam sharing knowledge dan best practices sudah dilakukan oleh masing-masing negara MIKTA. Harapannya itu bisa menjadi sebuah kontribusi terhadap masyarakat global, hal-hal baik bisa direplikasi di kawasan lain," lanjutnya.
Muhsin menjelaskan dialog lintas agama dan budaya ini akan dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama berupa dialog yang melibatkan seluruh negara MIKTA, diikuti para pemimpin agama, pemuda, kalangan pemerintah dan akademisi.
Bagian kedua akan ada kunjungan lapangan ke Candi Prambanan, Candi Borobudur, Gereja Banjuran, dan Pesantren Nurul Ummahat di Yogyakarta. Ini sekaligus untuk mengenalkan kepada negara-negara MIKTA betapa Indonesia memiliki kekuatan nyata terkait kehidupan toleransi, perdamaian, dan keharmonisan.
Menurut Muhsin, hasil dialog ini akan dituangkan ke dalam bentuk Yogyakarta Message dan akan dilanjutkan dengan pemberian beasiswa kepada para pemuda di kalangan MIKTA, yaitu beasiswa seni dan budaya Indonesia. [fw/lt]