Berbagai permasalahan dihadapi anak-anak selama pembelajaran daring akibat pandemi virus corona, antara lain stress karena tidak memiliki telepon selular, mereka yang memiliki seringkali susah mendapatkan sinyal atau kuota terbatas, mata lelah karena menatap layar dalam waktu yang lama dan rasa bosan.
Di sisi yang lain konflik keluarga juga memunculkan kekerasan terhadap anak. Berbagai permasalahan itu berdampak pada psikologis anak yang merasa gelisah, cemas, susah tidur, sulit makan, bosan, marah-marah dan malas belajar. Psikolog anak Seto Mulyadi menjelaskan hal ini dalam Seminar Nasional Melindungi Kesehatan Jiwa Anak di Tengah Pandemi COVID-19, oleh Satuan Tugas Penanganan COVID-19, Jumat (23/7), melalui kanal YouTube BNPB Indonesia.
“Bahkan kekerasan ini melahirkan suasana depresi, 13 persen anak mengalami depresi, survei dari kantor Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak, juga KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) menemukan kekerasan nuansanya mulai dari kekerasan fisik dan kekerasan psikologis. Ini memang sangat menyedihkan. Akhirnya anak rindu untuk belajar di sekolah karena mungkin sekolah suasana gembira, bapak dan ibu guru menjelaskan lebih jelas,” ujar Kak Seto – julukan khas psikolog terkenal ini – dalam acara yang diselenggarakan untuk memperingati Hari Anak Nasional.
Seto Mulyadi yang juga Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia itu mendorong agar orang tua dapat menciptakan suasana belajar dalam keluarga yang lebih ramah anak.
“Orang tua selama anak belajar di rumah mohon berkenan untuk menjadi sahabat dan idola anak, tidak ada kekerasan dan sikap-sikap yang otoriter dan sebagainya. Diidolakan dan dicintai bukan ditakuti. Membimbing dengan senyuman, acungan jempol, pelukan dan sebagainya,” jelas Kak Seto, yang juga menekankan agar kurikulum pendidikan lebih berpihak pada hak anak, sesuai surat edaran nomor 4 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Dalam Masa Darurat Penyebaran COVID-19 menjelaskan belajar daring dilaksanakan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa, tanpa terbebani tuntutan kurikulum untuk kenaikan kelas atau kelulusan.
Melindungi Anak dari COVID-19
Sementara itu, dr. Reisa Broto Asmoro, juru bicara pemerintah untuk COVID-19 dan Duta Adaptasi Kebiasaan Baru dalam siaran Pers PPKM dalam rangka Hari Anak Nasional 2021 menyebutkan sekitar 60 juta anak di Indonesia kehilangan masa indah di sekolah, sebagian tidak dapat melakukan pembelajaran jarak jauh karena fasilitas yang tidak tersedia. Anak-anak juga menghadapi ancaman di dunia maya berupa perundungan dan kekerasan verbal di media sosial.
“Beberapa anak kini terpuruk dalam kesulitan ekonomi keluarga, karena orang tua yang terpaksa kehilangan pendapatan, tekanan dan beban mental saat menjalani pandemi pasti tidak mudah untuk anak-anak Indonesia dan yang paling membuat sedih beberapa anak Indonesia telah kehilangan orang tua mereka yang tidak dapat diselamatkan pada saat menderita COVID-19,” kata Reisa.
Menurut Reisa, sesuai tema Hari Anak Nasional 2021 yaitu “Anak Terlindungi Indonesia Maju,” maka anak Indonesia harus semakin dilindungi khususnya dari ancaman COVID-19.
“Kemenkes telah membuat surat kepada seluruh Dinas Kesehatan Kabupaten Kota agar mengikutkan remaja pada program vaksinasi COVID-19, dengan begitu sasaran vaksinasi menjadi bertambah yang awalnya 181,5 juta sekarang menjadi 208,2 juta lebih dengan tambahan 26 juta anak berusia 12 hingga 17 tahun,” jelas Reisa.
COVID19.go.id melaporkan per tanggal 23 Juli 2021 sebanyak 43,7 juta orang telah mendapatkan vaksinasi ke satu dan 17,1 juta mendapatkan vaksinasi ke dua. Dilaporkan pula secara nasional, angka kesembuhan harian bertambah hingga mencapai angka tertinggi sebanyak 38.988 orang sembuh per hari.
Angka kesembuhan harian ini meningkat dari hari sebelumnya sebesar 36.370 orang sembuh per hari. Dengan demikian, penambahan hari ini meningkatkan angka kumulatif kesembuhan hingga melebihi angka 2,4 juta orang sembuh atau tepatnya 2.431.911 orang (78,9%). [yl/em]