Upaya-upaya pemerintah baru Indonesia untuk menarik investasi ke sektor energi yang problematik di negara ini dipuji raksasa-raksasa energi ExxonMobil dan Chevron.
Korupsi, undang-undang dan ketidakpastian hukum dan kontrak telah menghambat investasi energi di Indonesia. Sumur-sumur yang menua dan kurangnya eksplorasi telah menyebabkan turunnya hasil produksi dan negara ini sekarang menjadi importir bahan bakar besar dengan tuntutan energi yang melonjak.
Presiden Joko "Jokowi" Widodo telah memerintahkan kabinetnya untuk menyederhanakan birokras dan membersihkan sumbatan-sumbatan di wilayah yang bermasalah, menurut Widhyawan Prawiraatmadja, asisten khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Rabu (12/11).
"Kami menghadapi tugas besar dalam menarik kembali kepercayaan, kredibilitas dan orang-orang yang ingin berbisnis di Indonesia," ujar Widhyawan dalam sebuah konferensi investor.
Keputusan-keputusan yang lama tertunda, termasuk kontrak-kontrak minyak dan gas yang habis masa berlakunya seperti di blok Mahakam yang dioperasikan Total, telah dihambat kepentingan terselubung, ujarnya.
Menurut Menteri Koordinasi bidang Maritim Indroyono Soesilo, yang juga membawahi Kementerian Energi, pemerintah Indonesia sedang mengumpulkan daftar masalah-masalah industri yang harus diperbaiki, termasuk pajak tanah yang diberlakukan pada eksplorasi minyak dan gas.
Dorongan untuk meningkatkan efisiensi perundangan menuju pada arah yang benar, menurut kepala eksekutif ExxonMobil Indonesia Jon Gibbs.
"Banyak pernyataan yang sangat positif dan saya ingin melihat semuanya terlaksana," ujar Gibbs.
Gibbs memuji Presiden Jokowi karena menyadari pentingnya syarat-syarat fiskal yang "pantas" untuk spesifikasi geologis berbeda dalam cadangan minyak dan gas Indonesia.
"Jika Anda mencari nilai yang adil bagi kedua belah pihak, negara dan investor, itu adalah merupakan mekanisme kunci untuk mencapai hal tersebut dan membantu hal-hal untuk dikembangkan," ujar Gibbs.
Indonesia telah kesulitan menarik investor untuk mengembangkan cadangan-cadangan non-konvensional seperti lapangan gas Natuna Timur, cadangan gas tak terjamah terbesar di Asia.
Exxon bermitra dengan Pertamina, Total dan PTT Exploration and Production untuk mengembangkan Natuna Timur, namun pembahasan mengenai bagaimana mengekstraksi gas, yang mengandung karbon dioksida tingkat tinggi, telah berlangsung selama puluhan tahun.
"Tantangan kita dalam minyak dan gas, pergi ke arah timur dan menggali lebih dalam, dengan teknologi baru -- investasi diperlukan dengan permintaan yang jauh, jauh lebih tinggi daripada pasokan," ujar Yanto Sianipar, wakil presiden senior di Chevron Indonesia.
Yanto memuji pemerintah Indonesia karena membuka dialog konstruktif dengan industri dalam "kata-kata yang sangat jelas." (Reuters)