Ribuan umat Islam dari beragam organisasi dan daerah pada Jumat (29/9) berunjuk rasa di depan Gedung MPR/DPR, Jakarta. Mereka menuntut Dewan Perwakilan Rakyat membatalkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang nomor 2 tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan dan menolak kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perppu nomor 2 tersebut pada 10 Juli lalu. Aturan ini langsung dipakai dengan membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dengan alasan memperjuangkan sistem khilafah yang tidak sesuai dengan ideologi Pancasila.
Selain didominasi kaum lelaki unjuk rasa itu juga diikuti oleh banyak kaum hawa dan bahkan anak-anak. Mereka sebagian besar membawa bendera tauhid dan juga sejumlah spanduk, di antaranya bertulisan "Jangan Pilih Presiden Yang Mengesahkan Perppu Ormas", "Jangan Pilih Partai Pendukung Perppu Ormas", dan "Hizbut Tahrir Dibubarkan, PKI Dibiarkan".
Massa mengular mulai dari Senayan hingga dekat perempatan Slipi. Jalur lambat di depan gedung MPR/DPR ditutup karena lautan massa. Di sela-sela orasi dilakukan sejumlah tokoh di atas mobil komando, demonstran berkali-kali meneriakkan yel-yel "khilafah".
Di depan ribuan umat Islam, juru bicara HTI Ismail Yusanto mengulangi kembali pernyataannya bahwa pembubaran sekaligus pelarangan HTI di Indonesia tidak memiliki dasar hukum. Dia menegaskan kegentingan mestinya menjadi dasar bagi Presiden Joko Widodo menerbitkan Perppu Ormas.
"Sampai hari kesepuluh setelah Perppu tersebut terbit, tidak ada tindakan yang diambil oleh pemerintah berdasarkan Perppu itu. Baru pada hari kesepuluh, pemerintah menggunakan Perppu tersebut untuk membubarakan HTI. Pertanyaannya, di mana kegentingan memaksa itu?," tanya Ismail.
Menurut Ismail, Perppu nomor 2 itu dikeluarkan karena alasan politis, yakni untuk membendung kebangkitan umat Islam dan politik Islam di Indonesia karena dianggap sebagai kebangkitan kelompok radikal. Sebab itu, dia memperingatkan para demonstran Perppu nomor 2 tersebut sangat berbahaya karena mengkriminalisasi ormas-ormas Islam.
Ismail menekankan khilafah yang merupakan cita-cita diperjuangkan HTI di Indonesia adalah sesuai ajaran Islam dan bukan pemikiran Hizbut Tahrir.
Mantan Ketua Umum Muhammadiyah Amien Rais, selalu hadir sejak Aksi Bela Islam 411 (4 November 2016), mengaku senang karena semangat umat Islam tetap berkobar.
Amien mengharapkan DPR menolak Perppu nomor 2 tersebut karena dinilai mengandung ujaran kebencian.
Mengenai gerakan komunis di Indonesia, Amien menuding pemerintahan Presiden Joko Widodo sepertinya memberi angin supaya PKI bisa bangkit lagi di tanah air.
Namun, Amien mengingatkan kepada seluruh kaum muslim di Indonesia untuk mengatasi kebangkitan PKI itu dengan cara-cara konstitusional.
"Insya Allah dengan cara konstitusi, dengan cara demokrasi, kekuatan PKI bisa kita benamkan untuk selama-selamanya. Insya Allah, saya yakin sekali. Karena itu pesan saya teman-teman DPR Perppu jangan sampai disahkan. Kepada Pak Jokowi, Anda telah terpilih tetapi kita punya amanat. Anda lurah Indonesia, berbuatlah adil kepada rakyatnya," tandas Amien.
Beberapa perwakilan pengunjuk rasa akhirnya diterima pimpinan DPR untuk menyampaikan aspirasi mereka. Perwakilan demonstran itu akhirnya bertemu Wakil Ketua DPR dari Fraksi Gerindra Fadli Zon, Wakil Ketua DPR Agus Hermanto, Al-Muzammil Yusuf dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, dan Muhammad Saleh Daulay dari Fraksi Partai Amanat Nasional.
Setelah lebih dari sejam melakukan pertemuan, perwakilan demonstran dan pimpinan DPR menjelaskan hasilnya di depan pengunjuk rasa. Dalam pertemuan itu, empat fraksi - Gerindra, PAN, PKS, dan Demokrat - berkomitmen untuk menolak Perppu nomor 2 tersebut dan akan berupaya agar aturan itu tidak disahkan oleh DPR.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto mempertanyakan maksud dari demo yang berlangsung di depan gedung MPR/DPR Senayan, Jakarta ini. Menurutnya di Indonesia hingga kini ajaran komunisme dan ajaran terkait lainnya masih menjadi ajaran yang terlarang.
Terkait, Perppu tentang Ormas, Wiranto mempersilahkan mereka yang tidak setuju untuk mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.
"Ideologi radikal bertentangan dengan Pancasila artinya ekstrem kanan dan kiri yang mengganggu Pancasila, sudah kita larang. Pemerintah sudah melarangnya yang didemo apa lagi. Saya tanya tokoh-tokohnya, yang didemo apa lagi?," tukas Wiranto.
Unjuk rasa berakhir damai. Ribuan demonstran pulang ke daerah asal dengan tertib sore di tengah mendung menggelayut di atas langit Jakarta. [fw/em]