Usai dilantik sebagai Ketua pelaksana tugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Taufiequrrachman Ruki bersama pimpinan KPK lain, yakni Adnan Pandu Praja, Zulkarnain dan Indrianto Seno Aji mengadakan pertemuan dengan Pelaksana Tugas Kapolri Komjen Badrodin Haiti dan Kepala Bareskrim Komjen Budi Waseso, Jumat (20/2) malam. Berbagai persoalan yang diduga sebagai penyebab munculnya konflik antara KPK-Polri, dibahas dalam pertemuan itu.
Terkait penanganan kasus komisioner KPK non aktif Abraham Samad dan Bambang Widjojanto yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian, Taufiequrachman Ruki menegaskan tidak akan ikut campur dalam kasus itu.
"Yang melibatkan pimpinan KPK non aktif, Bapak AS dan BW, itu adalah domain sepenuhnya dan berada di bawah kendali dari kepolisian. Saya harus tahu diri. Tidak boleh kami mencampuri masalah ini. (Apalagi) minta-minta SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan), nggak boleh," urai Ruki.
Sementara, Pelaksana Tugas Kapolri Komjen Badrodin Haiti mengungkapkan bahwa penyelesaian kasus yang melibatkan 2 komisioner KPK non aktif itu tetap harus berada di jalur hukum. Untuk menghentikan penyidikan menurut Badrodin ada prosedur tersendiri.
"Kalau toh diselesaikan, itu dalam koridor hukum. Oleh karena itu penyelesaiannya itu memerlukan suatu persyaratan-persyaratan. Tidak terus (tiba-tiba) SP3. Kalau memenuhi unsur (pidana) ya tidak boleh di SP3," kata Badrodin.
Seperti diketahui, Abraham Samad ditetapkan sebagai tersangka pemalsuan dokumen kependudukan yang terjadi tahun 2007, sementara Bambang Widjojanto di kasus mengarahkan saksi memberikan keterangan palsu yang menurut polisi terjadi tahun 2010.
Sementara itu, menyangkut kasus dugaan korupsi Komjen Budi Gunawan, rencananya akan diputuskan satu atau dua hari ke depan. KPK dan Polri akan meminta salinan amar putusan itu ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ruki tidak dapat memastikan apakah putusan itu akan menghentikan penyelidikan dan penyidikan kasus Budi Gunawan atau malah akan meneruskannya.
"Ayo kita minta (salinan putusan) ke pengadilan Jakarta Selatan. Mana amar putusannya biar kami pelajari. Baru dari situ kita akan mengambil keputusan-keputusan yang sesuai dengan koridor hukum. Mau kita kemanakan ini. Berbagai alternatif yang muncul tapi kami belum bisa sampai pada kesimpulan, karena jujur barangnya saja kami belum terima," papar Ruki.
Terkait dengan kasus kepemilikan senjata api KPK yang mengancam 21 penyidik KPK menjadi tersangka, sebagaimana pernah dilontarkan Kabareskrim Komjen Budi Waseso, Taufiequrachman Ruki menegaskan bahwa senjata api tersebut bukanlah senjata api ilegal. Ia menilai kasus senjata api penyidik KPK itu hanyalah persoalan administrasi.
"Masih juga pertanyaan publik, bagaimana pak dengan penyidik-penyidik yang mau di-tersangka-kan karena memiliki senjata api gelap. Senjata api itu bukan senjata api gelap! Senjata api itu adalah milik KPK yang dibeli oleh kami pimpinan KPK jilid satu. Mudah-mudahan saya tidak salah jumlahnya 100. Resmi dengan izin Kapolri dengan rekomendasi BIN (Badan Intelijen Negara)," tambah Ruki.
Pelaksana Tugas Kapolri Komjen Badrodin Haiti berharap untuk kedepannya ada komunikasi yang terjalin baik antara Polri - KPK sehingga tidak ada lagi muncul konflik antara dua lembaga hukum ini.
"Polri dengan KPK itu sudah ada MoU. Sudah ada kerjasama. Akan tetapi belakangan komunikasinya itu masih diwarnai adanya saling kecurigaan, ini yang tidak boleh. Ini harus dihilangkan. Oleh karena itu kalau ada permasalahan di Polri atau di KPK, mari kita bicarakan bersama. Bukan lalu langsung melakukan tindakan masing-masing. Kita bisa berbagi kedepan pola hubungan komunikasi antara Polri dengan KPK," jelas Badrodin.
Koordinator Badan Pekerja ICW Ade Irawan kepada VoA berharap Presiden Jokowi turun tangan langsung menghentikan proses kriminalisasi terhadap komisioner non aktif KPK Abraham Samad dan Bambang Widjojanto.
"ICW sebenarnya lebih memilih opsi Presiden menghentikan kriminalisasi terhadap pimpinan KPK khususnya Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. Sehingga Presiden tidak perlu lagi menunjuk Plt. Kasus ini muncul karena KPK tengah menangani kasus yang melibatkan petinggi kepolisian. Langkah pak Jokowi membatalkan pelantikan Komjen Budi Gunawan bukan sebagai langkah akhir. Melainkan, langkah awal membenahi KPK dan kepolisian. Dan kami berharap pak Jokowi bisa menghentikan kriminalisasi terhadap KPK," tegas Ade Irawan.