Beberapa pengamat khawatir, perang tidak langsung yang sedang terjadi antara Iran dan Arab Saudi bisa meningkat.
Perang tidak langsung di Yaman yang hampir berlangsung dua tahun antara Iran dan Arab Saudi, telah memperburuk ketegangan di kawasan itu maupun di dunia internasional. Militan Yaman, Houthi, yang mengontrol sebagian besar negara dan bersekutu dengan Iran, berjuang melawan Arab Saudi dan sekutunya untuk menguasai negara dan pelabuhan strategis di sepanjang pantai Yaman itu.
Tetapi serangan rudal balistik dan roket oleh pejuang Houthi dan pasukan yang setia kepada sekutu mereka, mantan Presiden Ali Abdullah Saleh, telah memicu ketegangan lebih lanjut. Laporan media Saudi mengatakan, Iran telah memasok sebagian dari rudal dan roket, selain membantu melatih para pejuang untuk menggunakannya.
Saleh, yang berkuasa selama hampir 34 tahun sebelum mengundurkan diri dalam perjanjian pembagian kekuasaan yang ditengahi negara-negara teluk Persia pada 2012 mengatakan, pasukannya dan sekutu Houthi akan berhenti menembakkan rudal ke Kerajaan Saudi jika kesepakatan gencatan senjata bisa dicapai.
Dia mengatakan, rudal yang ditembakkan ke Arab Saudi, maupun yang mengenai fasilitas militer dan industri Saudi jauh di dalam negara itu, akan dihentikan setelah kesepakatan tercapai.
Namun, tampaknya tidak akan ada kesepakatan gencatan senjata, dan perjuangan untuk menguasai Yaman mencapai tingkatan baru minggu lalu, ketika pejuang Houthi yang didukung Iran menyerang sebuah kapal perang Saudi di lepas pantai kota pelabuhan Hodeida, menewaskan dua pelaut Arab.
Pengamat yang mengajar di University of Paris, Khattar Abou Diab, mengatakan kepada VOA, ia berpendapat serangan terhadap kapal angkatan laut Arab “al Medina” pekan lalu, dan serangan misil baru-baru ini, adalah untuk menguji pemerintahan Trump yang baru.
Ia mengatakan, serangan rudal Houthi ke wilayah Saudi dan serangan terhadap kapal angkatan laut Arab Saudi pada beberapa minggu terakhir dimaksudkan untuk menguji reaksi pemerintahan Trump dan untuk melihat yang timbul, dan mereka mendapati reaksinya lebih keras daripada pemerintahan Obama sebelumnya.
Abou Diab mengatakan, ia tidak mengharapkan konflik langsung antara AS dan Iran atas insiden baru-baru ini di Yaman, karena Iran lebih suka perang tidak langsung dan serangan kecil di sana-sini, di negara-negara seperti Irak, Bahrein atau Yaman.
Dalam sebuah wawancara baru-baru ini, Presiden Donald Trump mengatakan kepada Fox News, bahwa ia berpendapat bahwa Iran "telah mengabaikan kekuatan AS". Menteri Pertahanan AS, James Mattis juga menyebut Iran "negara terbesar yang menyeponsori aksi-aksi teroris di dunia." [ps/ii]