Usai memanggil wakil-wakil menteri dan ketua umum partai politik anggota koalisi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan pernyataan sikap seputar perombakan kabinet Indonesia Bersatu II, di kediaman pribadinya di Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Kamis.
SBY mengatakan, ”Pertemuan ini saya pandang perlu untuk kami lakukan hari ini agar saya bisa menjelaskan kepada para pimpinan parpol berkaitan dengan penataan kabinet atau reshuffle kabinet yang sedang saya godok dan saya final-kan pada hari-hari terakhir ini. ”
Hadir di Cikeas antara lain Wakil Menteri Luar Negeri, Triyono Wibowo, Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsuddin, dan Wakil Menteri Pertanian, Bayu Krisnamurthi. Sedangkan dari partai koalisi, hadir Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie, Ketua Umum PAN, Hatta Radjasa, Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Ketua Umum PPP Suryadharma Ali, Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar, serta Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaq.
Dari hasil pertemuannya dengan para ketua umum parpol koalisi, Presiden SBY mengatakan ia akan membentuk ”kabinet kerja” yang diisi oleh orang-orang dengan reputasi yang baik.
”Saya mendengar pandangan atau kritik dari luar sudahlah Presiden angkat saja menteri dari siapapun, tidak perlu dari parpol manapun, tetapi tentu ini tidak ’kena’ dalam real politics, sebab kita berkoalisi dan ada kewajiban yang harus dijalankan. Andaikata yang menjadi menteri dari kalangan parpol maka harus memiliki kapabilitas, integrits, dan rekam jejak yang baik,” ujar SBY.
Meskipun menerima usulan para ketua umum parpol, Presiden menegaskan hal itu bukan berarti mengurangi kewenangannya untuk menentukan calon-calon menteri yang baru. Politik yang penuh kompromi ini sejak lama disorot berbagai pihak, karena hanya akan membahayakan posisi dan kebijakan Presiden sendiri.
Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Ikrar Nusabhakti, kepada VOA, Kamis malam menilai Presiden sebetulnya tidak perlu mengundang ketua umum partai koalisi untuk bicara mengenai perombakan kabinet. Apalagi, tiga ketua umum partai koalisi masih menjabat sebagai menteri di kabinet sekarang; kecuali Ketua Umum Partai Demokrat, Ketua Umum Partai Golkar, dan Presiden PKS.
Ia mengatakan, ”Bisa saja pembicaraan ini dilakukan di awal ketika Presiden akan melakukan perombakan kabinet, diam-diam tanpa harus diketahui media massa. Tetapi kelihatannya, Presiden tetap ingin menunjukkan ke masyarakat bahwa -- Ini lho, saya melakukan reshuffle kabinet juga ngomong dengan ketua-ketua partai. Dan kalau kabinet itu ’jadi’ itu adalah hasil dari pertemuan saya dengan ketua-ketua partai itu.-- Saya melihat dia (Presiden SBY) tidak ingin dikatakan mengambil keputusan sendirian.”
Ikrar menilai sikap DPR yang semakin lama semakin kontra atas putusan Presiden disebabkan karena komunikasi politik yang kurang baik.
”Kenyataannya bisa dilihat dalam keputusan-keputusan di DPR, misalnya dalam kasus Bank Century atau mafia pajak. Itu yang menghambat justru partai-partai yang mendukung pemerintah. Ini berarti Presiden tidak mampu melakukan komunikasi politik yang baik dengan orang-orang yang sebagian besar ada di kabinet. Dulu pernah ada forum antara DPR dan pemerintah tapi belakangan ketua-ketua Parpol dipanggil ke istana dan semuanya beres, ” demikian, ujar Ikrar.
Persoalan ini sempat pula disinggung SBY. Ia mengingatkan agar hubungan pemerintah dan DPR di masa depan dapat makin sehat dan konstruktif.