Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menilai situasi di Semenanjung Korea sangat membahayakan, dan dapat memicu peperangan yang baru. Serangan militer yang dilakukan Korea Utara itu tidak dapat dibenarkan. Presiden menyampaikan hal ini saat membuka sidang kabinet paripurna hari Kamis siang. Indonesia sekaligus meminta Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan enam negara kunci “Six Party Talks” segera mengeluarkan kebijakan baru guna mencegah peperangan.
“Indonesia berpendapat bahwa tindakan serangan militer berupa tembakan artileri bisa memicu konflik dan peperangan baru. Itu tidak tepat dan tidak dibenarkan. Oleh karena itu, Indonesia berharap agar menghadapi situasi yang tidak menentu ini, dunia terutama PBB dan negara-negara kunci bisa mencegah terjadinya konflik yang kebih luas, bahkan mudah-mudahan tidak terjadi peperangan baru di Semenanjung Korea itu,” kata Presiden Yudhoyono.
Presiden Yudhoyono sangat berharap ancaman perang baru antara dua Korea ini tidak meluas ke kawasan Asia lainnya, karena dikhawatirkan dapat mengganggu stabilitas keamanan di Asia. Hal tersebut dipastikan akan dibahas dalam East Asia Summit tahun depan, yang akan berlangsung di Indonesia.
“Salah satu agenda dan topik yang kita rancang dalam pertemuan East Asia Summit (EAS) adalah dialog politik dan keamanan di kawasan kita. Saya pandang tepat jika ini dibicarakan. EAS itu sendiri beranggotakan Korea Selatan sendiri, Jepang, Cina (Tiongkok), India, Australia, Selandia Baru, Rusia, dan Amerika Serikat. Saya kira melihat delapan negara dan 10 negara anggota ASEAN tepat untuk menginisiatif para pemimpin untuk mendialogkan bagaimana keamanan di kawasan (Asia). Kita perlu kawasan yang stabil, aman, dan damai, agar ekonomi kita juga bisa terus tumbuh,” ungkap Presiden Yudhoyono.
Pengamat politik Asia dari Universitas Indonesia, Hariyadi Wirawan, menilai saling serang antara Korea Selatan dan Korea Utara, ini memang bukan puncak kegagalan kelompok Six Party Talks dan PBB, dimana Tiongkok menjadi Ketuanya.
Namun, menurut Hariyadi, ada kejenuhan dalam merumuskan kebijakan baru, karena satu sama lain memiliki perbedaan pandangan satu sama lain. Indonesia dianggap punya peluang untuk ikut terlibat, karena kedekatannya dengan Tiongkok, Korea Utara, dan Korea Selatan, meskipun usulan baru tentunya tidak akan seketika diterima.
“Tidak mudah mengubah format yang sudah ada karena Six Party Talks itu seringkali punya agenda sendiri-sendiri, baik secara kelompok maupun secara individual. Amerika Serikat dan Rusia tentu punya kepentingan sendiri, yang tidak akan mau diubah dengan kedatangan pihak lain walaupun tujuannya positif. Walaupun tidak saya katakan Six Party Talks itu gagal, tetapi mereka sudah mengalami kejenuhan karena ada benturan kepentingan masing-masing pihak yang sedemikian rumit,” jelas Hariyadi.
Ketegangan di Semenanjung Korea terjadi akibat dua negara bersaudara, Korea Utara dan Korea Selatan, terlibat perang singkat di Pulau Yeonpyeong di Korea Selatan pada hari Selasa. Sebanyak 1.500 warga Yeonpyeong mengungsi, dan dua marinir Korea Selatan tewas. Sementara tiga warga sipil dan 16 prajurit lainnya terluka akibat serangan Korea Utara.