Jenazah Sondang Hutagalung dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Pondok Kelapa, Jakarta Timur, Minggu sore. Ia tewas pada hari Sabtu, setelah sempat dirawat di Rumah Sakit Ciptomangkusumo, usai nekat melakukan aksi membakar diri pada hari Rabu lalu (7/12) di depan Istana Negara, Jakarta.
Staf Khusus Presiden Bidang Politik, Daniel Sparingga, mengatakan kepada VOA Minggu sore, bahwa Presiden Yudhoyono menyampaikan rasa duka cita yang mendalam atas terjadinya peristiwa tersebut.
“Yang paling utama dalah Presiden sendiri ingin mengatakan rasa dukacitanya yang mendalam dan berkehendak kuat untuk bisa berbagi kesedihan dengan orang tua dan saudara-saudaranya. Tidak bisa disampikan seperti apa perasan kami, tapi Presiden percaya dalam setiap kematian tragis ada ribuan pesan. Menurut hemat kami, kita semua haris mengambil hikmah dari apa yang terjadi,” ujar Daniel Sparingga.
Selanjutnya, menurut Daniel Sparingga, Presiden berharap kejadian serupa tidak terulang di masa yang akan datang. Praktik demokrasi, kata Daniel, seharusnya mampu memuliakan nilai-nilai kemanusiaan.
Sondang Hutagalung adalah mahasiswa Universitas Bung Karno yang dikenal teman-temannya sangat aktif melakukan demonstrasi penegakan hukum dan HAM. Ia menjadi Ketua Himpunan Advokasi dan Studi Marhaenis Muda untuk Rakyat Bangsa Indonesia (Hammurabi), Universitas Bung Karno.
Aktivis HAM, Usman Hamid, mengakui Sondang Hutagalung sebagai salah satu mahasiswa yang terlibat aktif dalam kelompok “Sahabat Munir”. Bersama para aktivis, kelompok ini ikut menuntut janji pemerintahan SBY untuk menuntaskan kasus kematian Munir Said Thalib.
Sementara itu, pengamat politik dan militer Salim Said, kepada VOA, Minggu malam menilai aksi bakar diri oleh Sondang Hutagalung itu belum berarti akan mengarah pada revolusi seperti di Timur Tengah. Apalagi dengan aksi bakar diri yang dilakukan di Tunisia , misalnya, karena situasi politik di Indonesia dan Tunisia sangat lain.
Salim Said mengungkapkan, “Di Indonesia orang boleh mengkritik pemerintah sekarang tetapi ini tidak bisa dibandingkan dengan keadaan di Timur Tengah yang disulut oleh bakar diri itu. Kita bukan pemerintahan otoriter, kita boleh mengeluh Presiden SBY kurang tegas, misalnya, tetapi ada pers bebas dan DPR yang bebas. Jadi, tidak ada alasannya untuk itu. Kalau niatnya untuk revolusi, untuk menggulingkan pemerintahan ya itu kondisinya lain dengan di Timur Tengah.”
Mantan Duta Besar Indonesia untuk Ceko ini menduga aksi bakar diri Sondang Hutagalung dipicu oleh persepsi kondisi sosial politik dan ekonomi yang kurang akurat.
“Kalau zaman Pak Harto itu mungkin, itupun pada saat-saat terakhir ketika krisis moneter tetapi itupun tidak perlu bakar diri ‘kan , akhirnya Soeharto ‘kan jatuh," ujar Salim Said.
Sejauh ini memang tidak tampak tanda-tanda suatu pergolakan politik setelah aksi nekat Sondang Hutagalung. Pada saat kejadian, Presiden Yudhoyono pun sedang berada di Bali untuk membuka “Bali Democracy Forum”. Kasus ini masih dalam penyelidikan polisi.