Tautan-tautan Akses

Sensasi Seduhan Kopi Ryan Wibawa, Barista Kelas Dunia


Ryan Wibawa, Barista dan Coffee Professional asal Indonesia (dok: Ryan Wibawa)
Ryan Wibawa, Barista dan Coffee Professional asal Indonesia (dok: Ryan Wibawa)

Dunia kopi sudah menjadi makanan sehari-hari bagi Ryan Wibawa. Mengawali karirnya sekitar tahun 2011 sebagai barista, kini Ryan dikenal sebagai seorang coffee professional yang sudah mengikuti berbagai kompetisi baik di tingkat nasional maupun internasional, yang menjadikannya barista kelas dunia.

Tak pernah terbayangkan oleh Ryan Wibawa bahwa dirinya akan terjun begitu dalam ke industri kopi. Melangkah masuk ke industri ini sebagai barista paruh waktu, nama Ryan kini dikenal sebagai seorang Coffee Professional, bahkan seringkali disebut sebagai seorang Coffee master.

Semua ini berawal di tahun 2011, ketika ia masih duduk di bangku kuliah di Indonesia dan ingin mencari uang tambahan. Pada waktu itu yang membuka jalur baginya untuk bekerja paruh waktu adalah di sebuah gerai kopi ritel.

“(Alasan) untuk bekerja waktu itu sebenarnya juga enggak mengejar untuk bisa berkarir di coffee industry­­-nya. Enggak kepikiran juga buat belajar lebih banyak soal coffee. Yang penting, cari pengalaman kerja, terus cari tambahan uang, terus biar lebih mandiri,” ujar Ryan Wibawa kepada VOA.

Ryan Wibawa, Barista dan Coffee Professional asal Indonesia (dok: Ryan Wibawa)
Ryan Wibawa, Barista dan Coffee Professional asal Indonesia (dok: Ryan Wibawa)

Awalnya, Ryan mengaku benar-benar buta akan kopi. Namun, bertemu kopi dengan beragam rasa dan sensasi aroma yang berbeda-beda setiap harinya ternyata mendorong Ryan untuk belajar lebih dalam lagi. Mulai dari menyeduh yang baik, berkreasi lewat latte art, hingga mengenai sejarah kopi. Sampai suatu hari di tahun 2015 akhir, ia mengetahui tentang kompetisi untuk barista, dimana barista diuji untuk meracik kopi dengan menggunakan tiga alat manual brew, yang kemudian dipresentasikan dan disajikan kepada para juri.

“Waktu itu tertariklah untuk mengikuti kompetisi di Jakarta dulu, regional, yaitu Indonesia Brewers Cup (IBrC), yaitu kompetisi Brewers Cup pertama kali yang dilakukan di Indonesia,” jelas pria kelahiran tahun 1994 ini.

Selain harus memahami betul peraturan dan regulasi kompetisi yang diikuti, menurut Ryan, harus pula membuat jadwal dan target yang ingin dicapai, serta mencari topik yang ingin diangkat di kompetisi, baik berupa inovasi atau hasil obeservasi. Terakhir, yang tidak kalah penting adalah mencari dan membawa kopi yang terbaik.

Saat berkompetisi, seorang barista harus bisa mengeluarkan rasa yang maksimal dari kopi yang mereka seduh dan juga kopi yang telah disediakan oleh panitia. Selain rasa yang maksimal, beberapa hal lain yang juga perlu diperhatikan antara lain adalah aroma, tingkat keasaman, keseimbangan rasa, dan kekentalan.

Ryan Wibawa, Barista dan Coffee Professional asal Indonesia (dok: Ryan Wibawa)
Ryan Wibawa, Barista dan Coffee Professional asal Indonesia (dok: Ryan Wibawa)

“Nah, kalau misalnya dalam (ronde) yang kita dikasih coffee lalu kita harus menyeduh sendiri, gimana caranya kita membuat coffee itu, satu, yang pasti nggak pahit, ya, enggak keluar rasa atau karakter negatif dari si kopi tersebut yang membuat ketika juri meminum atau mencoba menilai, menganggap bahwa coffee itu kurang maksimal,” papar alumni GS FAME Institute of Business, Jakarta, jurusan bisnis internasional ini.

Berbekal persiapan yang matang, Ryan berhasil melawan 78 peserta lainnya dan meraih juara nasional di kompetisi tersebut, bahkan lalu mewakili Indonesia di kompetisi World Brewers Cup (WBrC) tahun 2016 yang waktu itu diselenggarakan di Dublin, Irlandia, dimana ia harus bersaing dengan perwakilan dari 36 negara.

Tahun 2017 menjadi titik terendah dalam karir sang juara, ketika ia mencoba untuk kembali berlaga di kompetisi Indonesia Brewers Cup (IBrC). Tidak hanya kandas mempertahankan gelar juara, persiapan yang ia anggap kurang matang berakhir di kegagalan untuk menembus babak regional, nasional, bahkan babak semifinal.

“Momen ini sangat membuat aku terpukul, karena hasil yang didapat tidak sesuai dengan yang aku harapkan, namun aku mulai berpikir bahwa apa yang terjadi sudahlah menjadi jalannya Tuhan dan bukannya menyalahkan situasi tetapi aku mencoba untuk mengevaluasi apa yang aku kurang persiapkan di kompetisi tahun itu,” jelas pria yang hobi olahraga basket ini.

Ryan Wibawa, Barista dan Coffee Professional asal Indonesia (dok: Ryan Wibawa)
Ryan Wibawa, Barista dan Coffee Professional asal Indonesia (dok: Ryan Wibawa)

Kekecewaan, kekesalan, dan kesedihan. Itulah yang ia rasakan. Namun, ia percaya bahwa Tuhan memiliki rencana yang terbaik untuknya. “Belajar dari kegagalan, dan berusaha untuk bangkit di tahun berikutnya.” Begitulah tekadnya.

Di tahun 2018, ia memberanikan diri untuk kembali beraksi dan membuang rasa takutnya, mengingat kegagalan yang ia alami di tahun sebelumnya. Ia pun berlatih rutih dan mempersiapkan diri jauh-jauh hari, sekitar enam hingga delapan bulan sebelum kompetisi dilaksanakan. Disiplin diri dan komitmen ia tanamkan dengan kuat, demi mencapai satu harapan. Juara.

“Proses memang tidak mengkhianati hasil. Aku bisa meraih juara 1 di babak regional barat di Indonesia Brewers Cup 2018. Di situ sungguh momen yang akan selalu aku ingat, karena bukan soal kita gagal, tapi bagaimana kita bisa bangkit dari kegagalan dan menaklukkan rasa takut gagal dari pengalaman yang pernah dialami sebelumnya,” kata Ryan yang juga mengikuti kompetisi Indonesia Brewers Cup 2019 dan meraih juara tiga.

Karir Yang Menjanjikan di Industri Kopi

Sebagai Coffee Professional, pekerjaan Ryan kini tidak hanya menjadi seorang barista. Ia banyak melakukan pelatihan, bahkan menjadi konsultan untuk gerai kopi. Jika melihat sekitar delapan tahun yang lalu saat ia baru mulai merangkak di industri kopi, pekerjaan barista mungkin masih dianggap sebagai seorang pelayan yang menyajikan kopi di sebuah kedai.

“Kalau dilihat delapan tahun yang lalu sebuah karir yang baik itu adalah lulus kuliah jadi sarjana, kerja di perkantoran, kerja di sebuah perusahaan di kantor, pakaiannya rapi, pulang sore, kerjanya di depan komputer, rapi semuanya itu dikatakan sukses, gitu kan?” tambahnya.

Awalnya Ryan sempat ragu apakah akan dibukakan jalan baginya untuk berkarir di industri ini. Namun, ia terus berpegang teguh.

“Apa pun yang aku kerjakan, yang penting aku yakin, pasti ada jalannya," katanya.

Melihat dari industrinya yang berkembang, Ryan percaya akan ada kesempatan bagi para pelakunya untuk juga berkembang.

“Bagi orang-orang yang baru mau mencoba jadi barista mungkin atau belajar industri coffee, jangan takut. Pasti ada jalannya untuk kita bisa berkarir dan ujungnya tuh enggak cuman jadi barista sebenarnya, tapi balik lagi ke orangnya masing-masing, mau nggak dia untuk belajar hal lain di industri ini,” jelasnya.

Ryan bersyukur hingga di titiknya yang sekarang ini, orang tuanya bangga dan mendukung pilihannya. Memang tidak mudah.

Terjun ke Industri ‘Specialty Coffee’

Terjun sebagai pelaku di industri kopi tidak membuat Ryan lalu berhenti belajar. Ia pun mulai mempelajari tentang industri di luar gerai kopi ritel. Salah satunya Specialty Coffee, yaitu kopi dengan penilaian rasa dan aroma yang telah dinilai di atas rata-rata oleh seseorang yang disebut sebagai Q grader, orang yang memiliki sertifikat khusus berdasarkan Q Coffee System yang dikeluarkan oleh Coffee Quality Institute, yang berpusat di Amerika Serikat.

Jika mungkin penggemar kopi terbiasa dengan rasa nikmat yang pahit, aroma Specialty Coffee bisa menggoyang lidah lewat keragaman rasa istimewa seperti buah, rempah, bahkan alkohol yang ditimbulkan.

Tanpa segan-segan ia mendatangi kedai kopi dan belajar dari para baristanya yang ternyata menyambutnya dengan tangan terbuka dalam berbagi informasi dan ilmu tentang kopi. Itulah “indahnya industri coffee” menurut Ryan.

Sejalan dengan berkembangnya industri Specialty Coffee, kini menurut Ryan tidak hanya sekadar mengangkat kualitas kopinya saja, tetapi sudah menjadi satu paket dengan bagaimana cara sebuah kedai kopi melayani para pelanggannya, hingga bisa merasakan keistimewaan yang tidak dapat didapatkan di kedai kopi pada umumnya.

“Kita bisa jauh lebih mengenal coffee-nya, baristanya dengan sangat informatif memberi tahu soal coffee yang kita minum, baristanya mengerti (pilihan) kita, baristanya bisa meng-guide kita untuk jadinya, ‘wah, saya suka banget jadinya sekarang minum coffee,’” jelas Ryan.

Warga Amerika, Penikmat Kopi atau Kafein?

Beberapa waktu lalu Ryan sempat berada di Washington, D.C. untuk membantu melatih beberapa barista dan membangun salah satu kedai kopi Indonesia yang baru saja beroperasi September lalu.

“Alat-alat apa saja sih yang dibutuhkan di sebuah coffee shop? Nah, biasanya aku akan memberikan (saran) seperti ‘oh kita beli alat ini saja. Kita beli alat ini, untuk apa sih kegunaannya?’ dan lain2nya,” katanya.

Selain itu Ryan juga membantu penempatan alat-alat dan denah area kafe yang memudahkan para barista saat bekerja, dan prosedur operasi standar agar bisnis kedai tersebut berjalan dengan baik dan lancar. Menarik ketika ia bisa melihat perbedaan kultur dan kebiasaan para penikmat kopi di Amerika, jika dibandingkan dengan di Indonesia.

“Kalau di (Amerika) (kopi) sudah jadi sebuah kebutuhan, bahwa kalau pagi sebelum ngantor itu (pelanggan) harus beli kopi. Dan setelah makan siang pun biasanya aku sering menemukan (pelanggan) yang pagi udah dateng, setelah makan siang biasanya di dateng lagi. Jadi memang menjadi sebuah kebutuhan untuk membeli coffee dan meminum coffee,” jelasnya.

Ryan Wibawa, Barista dan Coffee Professional asal Indonesia (dok: Ryan Wibawa)
Ryan Wibawa, Barista dan Coffee Professional asal Indonesia (dok: Ryan Wibawa)

Berbeda jika melihat gaya hidup di Indonesia atau Jakarta yang menurut Ryan masih menganggap coffee shop sebagai tempat untuk nongkrong, berkumpul dengan teman-teman atau tempat untuk mengerjakan tugas. Minuman yang dipesan pun juga berbeda, dimana minuman kopi yang diracik dengan susu, seperti latte dan cappucino, terbukti lebih populer di kalangan pelanggan di Indonesia.

“(Pelanggan Amerika) pasti memesannya kalau enggak brewed coffee, ice coffee, jadi benar-benar no flavor, enggak pakai susu, mungkin kalau misalkan dia ke (meja gula dan susu) ya dia pakain creamer sendiri. Tapi intinya ya dia cuman butuh coffee. Kafeinnya gitu loh," kata Ryan.

Ryan pun tidak segan untuk memperkenalkan beragam kopi untuk dicoba oleh pelanggan. Biasanya dimulai dari karakter rasa kopi dan tingkat keasaman yang diminati.

"Misalkan saya lagi nyeduh saya kasih aja sample satu untuk at least dia mencoba coffee yang memang sedang kita sajikan di café gitu, jadi biar dia dapat experience," ujarnya.

Terus Mengejar Ilmu dan Berinovasi

Seperti kata Ryan, industri kopi ini masih akan terus berkembang. Begitu pula karir bagi para pelaku di industrinya. Tantangan sebagai barista khususnya akan selalu ada.

Selain perlu adanya niat untuk mengikuti perkembangan dan mempelajari berbagai inovasi di industri kopi, salah satu tantangan sebagai barista menurut Ryan adalah untuk "menjadi pribadi yang tidak cepat puas dan tidak merasa apa yang diketahui itu adalah yang paling benar."

Tak lupa Ryan mendorong para barista untuk saling berbagi ilmu dengan sesama. Seperti kata Ryan, jika yakin dengan yang dilakukan, pasti akan ada jalan yang terbuka. Satu hal yang tidak kalah penting, yang menjadi motonya: “Apapun yang aku lakukan, kulakukan untuk kemuliaan Tuhan.”

Simak obrolan VOA Indonesia bersama Ryan Wibawa melalui podcast "KUDOS" Episode 02: Ryan Wibawa - "Sensasi Seduhan Kopi dan Kata Hati Barista Kelas Dunia" yang dibawakan oleh Dhania Iman dan Irfan Ihsan, melalui Apple podcast dan Google podcast.

XS
SM
MD
LG