Para penyelidik PBB menuduh para pejabat militer senior di Myanmar melakukan genosida dan pelanggaran HAM lainnya terhadap minoritas Rohingya di negara itu.
Sebuah panel penyelidik PBB untuk pertama kalinya pada hari Senin lalu menyerukan agar para pemimpin militer Myanmar dituntut karena melakukan kejahatan perang dan genosida.
Laporan PBB itu muncul satu tahun setelah penindakan keras yang brutal oleh militer terhadap warga Muslim Rohingya di Myanmar, yang mengakibatkan sekitar 700 ribu pengungsi lari menyelamatkan diri ke negara tetangga mereka, Bangladesh.
Senator Demokrat Dick Durbin mengatakan, "Itu adalah kata yang tidak boleh digunakan dengan enteng. Ada upaya secara sadar untuk memindahkan, membunuh dan memerkosa orang-orang ini. Jika ini bukan genosida, kita sebut apa ini?."
Menurut laporan itu, kekerasan yang merupakan tindakan balasan militer terhadap serangan-serangan pemberontak Rohingya Agustus lalu, sangat tidak proporsional.
Kerry Kennedy, aktivis HAM mengemukakan melalui Skype, "Kami mendengar berbagai cerita mengerikan. Perempuan-perempuan berbicara tentang diperkosa oleh banyak anggota militer, mereka melihat bayi-bayi dilempar ke api unggun yang berkobar, kami mendengar tentang polisi yang menembak anak-anak sewaktu mereka melarikan diri, benar-benar kejahatan yang mengerikan."
Karim, pengungsi Rohingya dari Myanmar mengatakan bahwa kekerasan itu disengaja. Ia mengemukakan, "Ini adalah diskriminasi terhadap warga Rohingya dan mereka berencana mengusir Rohingya keluar dari Myanmar."
Myanmar telah membantah tuduhan-tuduhan pembersihan etnis secara sistematis.
Duta Besar Myanmar untuk Amerika Serikat U Aung Lynn mengatakan, "Sejak awal kami telah menolak misi pencarian fakta yang dimandatkan oleh Komisi HAM PBB. Saya dapat katakan bahwa militer melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan, sesuai dengan pedoman perilaku."
Pemenang Hadiah Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi, yang dianggap sebagai panutan moral dan pemimpin de facto Myanmar, juga dikecam karena kebungkamannya mengenai penderitaan Rohingya.
Senator Dick Durbin menambahkan, "Saya dapat memastikan bahwa kesan kebanyakan kita terhadap Aung San Suu Kyi dan keberaniannya sewaktu ia ditahan oleh militer Myanmar telah berubah dramatis karena krisis Rohingya ini. Kami berharap ia akan mengambil tindakan dan setidaknya berbicara menentang kekejaman ini."
Pemerintahan Presiden Amerika Donald Trump telah mengeluarkan sanksi-sanksi terhadap beberapa komandan militer Myanmar. Akan tetapi para aktivis menyatakan langkah tersebut tidaklah cukup.
Hena Zuberi, direktur Burma Task Force, tim advokasi di Amerika bagi penghentian genosida Rohingya di Myanmar mengatakan, "Kita perlu kembali ke langkah yang efektif. Sanksi-sanksi penuh efektif, yang ini tidak. Kami percaya Amerika Serikat perlu menetapkan sanksi penuh terhadap pemerintah Myanmar."
Meskipun banyak kamp pengungsi di Bangladesh dalam kondisi sulit, para aktivis menyatakan suasana takut menghalangi banyak pengungsi untuk kembali ke rumah mereka di Myanmar. [uh/ab]