Badan Administrasi Penerbangan Federal AS (FAA) telah merilis sebuah studi komprehensif yang menunjukkan bahwa para pilot maskapai terlalu bergantung pada otomasi pesawat, yang dapat mengarah pada situasi-situasi berbahaya.
Penemuan-penemuan ini seseuai dengan laporan VOA pada Agustus terkait jatuhnya pesawat Asiana Airlines di San Francisco.
Para ahli penerbangan menyebutnya adiksi otomasi, kebergantungan yang berlebihan pada penerbangan jet penumpang yang dikomputerisasi. Namun teknologi yang sama telah membantu perjalanan udara lebih aman dibandingkan sebelumnya. Laporan FAA sepakat dengan hal itu, namun mengatakan bahwa para pilot tidak terlalu terampil saat terbang secara manual dalam situasi darurat atau ketika bertransisi dari otomatis ke manual.
VOA pertama kali melaporkan "adiksi otomasi" sebagai isu yang mungkin dalam kecelakaan pesawat Asiana Juli lalu. Jet Boeing 777 itu menabrak dinding laut di San Francisco saat para pilot mencoba pendekatan manual. Kecelakaan itu menewaskan tiga orang dan melukai lebih dari 180 orang.
Vic Hooper terbang sebagai kapten dengan Asiana sampai dua tahun lalu. Ia mengatakan para pilot lain lebih suka terbang menggunakan otopilot dibandingkan secara manual.
"Terkadang saya mendorong mereka lebih dari yang telah mereka lakukan. Misalnya saya mencoba membuat mereka terbang dengan pendekatan visual. Mereka sangat tidak nyaman dengan hal itu," ujarnya.
"Kami menyebut budaya itu 'anak-anak magenta',' ujar mantan pelatih pilot Ross Aimer, mengacu pada warna magenta untuk menandai rute pada panel instrumen teknologi tinggi.
"Ada waktu-waktu ketika seorang pilot berpengalaman seharusnya dapat tidak terhubung sama sekali dengan semua teknologi dan kembali kepada hal-hal mendasar," ujar Aimer.
Laporan ini menunjukkan bahwa seperempat dari insiden jatuhnya pesawat yang dipelajari, para pilotnya terlalu percaya dengan sistem otomasi dan terkadang menyerah padanya, bukannya mengintervensinya. Hal ini menunjukkan pada apa yang disebut "erosi keterampilan-keterampilan terbang manual" yang dapat menjadi lebih buruk di masa depan.
John McGraw mengatakan ini hal yang semua orang dapat rasakan.
"Jika Anda melihat orang-orang menyetir mobil, dengan semua sistem otomatis dalam kendaraan, beberapa dapat mengendalikannya dan yang lainnya tidak bisa," ujar konsultan penerbangan yang pernah bekerja selama 17 tahun di FAA.
Laporan ini merekomendasikan lebih banyak penerbangan secara manual dan pelatihan untuk peristiwa-peristiwa yang langka. Namun pelatihan simulator memakan biaya dan menarik pilot dari pekerjaannya menerbangkan pesawat, hal yang mendatangkan uang bagi maskapai.
Kepala MAAMichael Huerta, who leads the FAA, said,
"Dengan teknologi yang kita miliki dalam simulator penerbangan, kita dapat meningkatkan pelatihan dengan sangat, sangat signifikan," ujar kepala FAA, Michael Huerta.
Laporan ini mempelajari 26 kecelakaan pesawat jatuh di seluruh dunia sampai 2009.
Penemuan-penemuan ini seseuai dengan laporan VOA pada Agustus terkait jatuhnya pesawat Asiana Airlines di San Francisco.
Para ahli penerbangan menyebutnya adiksi otomasi, kebergantungan yang berlebihan pada penerbangan jet penumpang yang dikomputerisasi. Namun teknologi yang sama telah membantu perjalanan udara lebih aman dibandingkan sebelumnya. Laporan FAA sepakat dengan hal itu, namun mengatakan bahwa para pilot tidak terlalu terampil saat terbang secara manual dalam situasi darurat atau ketika bertransisi dari otomatis ke manual.
VOA pertama kali melaporkan "adiksi otomasi" sebagai isu yang mungkin dalam kecelakaan pesawat Asiana Juli lalu. Jet Boeing 777 itu menabrak dinding laut di San Francisco saat para pilot mencoba pendekatan manual. Kecelakaan itu menewaskan tiga orang dan melukai lebih dari 180 orang.
Vic Hooper terbang sebagai kapten dengan Asiana sampai dua tahun lalu. Ia mengatakan para pilot lain lebih suka terbang menggunakan otopilot dibandingkan secara manual.
"Terkadang saya mendorong mereka lebih dari yang telah mereka lakukan. Misalnya saya mencoba membuat mereka terbang dengan pendekatan visual. Mereka sangat tidak nyaman dengan hal itu," ujarnya.
"Kami menyebut budaya itu 'anak-anak magenta',' ujar mantan pelatih pilot Ross Aimer, mengacu pada warna magenta untuk menandai rute pada panel instrumen teknologi tinggi.
"Ada waktu-waktu ketika seorang pilot berpengalaman seharusnya dapat tidak terhubung sama sekali dengan semua teknologi dan kembali kepada hal-hal mendasar," ujar Aimer.
Laporan ini menunjukkan bahwa seperempat dari insiden jatuhnya pesawat yang dipelajari, para pilotnya terlalu percaya dengan sistem otomasi dan terkadang menyerah padanya, bukannya mengintervensinya. Hal ini menunjukkan pada apa yang disebut "erosi keterampilan-keterampilan terbang manual" yang dapat menjadi lebih buruk di masa depan.
John McGraw mengatakan ini hal yang semua orang dapat rasakan.
"Jika Anda melihat orang-orang menyetir mobil, dengan semua sistem otomatis dalam kendaraan, beberapa dapat mengendalikannya dan yang lainnya tidak bisa," ujar konsultan penerbangan yang pernah bekerja selama 17 tahun di FAA.
Laporan ini merekomendasikan lebih banyak penerbangan secara manual dan pelatihan untuk peristiwa-peristiwa yang langka. Namun pelatihan simulator memakan biaya dan menarik pilot dari pekerjaannya menerbangkan pesawat, hal yang mendatangkan uang bagi maskapai.
Kepala MAAMichael Huerta, who leads the FAA, said,
"Dengan teknologi yang kita miliki dalam simulator penerbangan, kita dapat meningkatkan pelatihan dengan sangat, sangat signifikan," ujar kepala FAA, Michael Huerta.
Laporan ini mempelajari 26 kecelakaan pesawat jatuh di seluruh dunia sampai 2009.