Di Indonesia kekerasan keagamaan telah meningkat dalam beberapa tahun ini tetapi serangan brutal terhadap sekte Ahmadiyah baru-baru ini telah memfokuskan perhatian nasional atas masalah itu.
Presiden SBY telah mengimbau pembubaran setiap organisasi muslim yg terlibat dalam kekerasan itu. Tetapi, sekarang keprihatinan meningkat bahwa tidak adanya toleransi keagamaan bisa mengancam kestabilan dan pembangunan demokrasi di Indonesia.
Video yang diunggah dalam situs Youtube menunjukkan lebih dari 1.000 pria muslim menyerang 20 pengikut Ahmadiyah di Jawa Barat. Berbagai organisasi HAM mendistribusi video tersebut yg menunjukkan pemandangan brutal massa yg melempar batu, membakar mobil-mobil, mengejar dan memukul orang sampai tewas. Sebagian dari video itu terlalu grafik untuk ditayangkan di televisi.
Sejumlah serangan terhadap kelompok agama-agama minoritas meningkat dalam beberapa tahun ini. Setara Institut, sebuah kelompok LSM yg memantau kebebasan beragama mengatakan, insiden-insiden kekerasan terhadap Ahmadiyah telah bertambah dari 3 pada tahun 2006 menjadi 50 ditahun 2010.
Kekerasan terhadap kelompok-kelompok Kristen juga meningkat. Tahun 2010, aksi protes oleh berbagai kelompok muslim atas rencana pembangunan gereja di Bekasi berubah menjadi aksi kekerasan dan dua pastor ditikam. Baru-baru ini dua gereja di Jawa Tengah dibakar dan dirusak oleh para demonstran muslim yg marah.
Berbagai organisasi HAM telah mengimbau pemerintah agar berbuat lebih banyak untuk melindungi hak-hak minoritas di Indonesia, negara berpenduduk 200 juta muslim. Meskipun pemerintah sekuler Indonesia mengijinkan agama-agama lain, berbagai kelompok Kristen mengatakan mereka sering dibatasi oleh berbagai peraturan yg membuatnya tidak mungkin untuk membangun gereja dan beribadah secara bebas.
Banyak muslim di Indonesia menganggap para pengikut sekte Ahmadiyah sesat, karena mereka tidak percaya Nabi Muhammad adalah nabi terakhir. Periset Human Rights Watch di Indonesia, Andreas Harsono mengatakan, bagi banyak orang label ini dan sebuah larangan pemerintah tahun 2008 mencegah Ahmadiyah untuk menambah anggota-anggotanya, mengesahkan serangan terhadap kelompok tersebut.
Menurut Andreas Harsono, “Sekali kita mendiskriminasi salah satu minoritas, kita akan membuka gerbang, gerbang tol, gerbang bagi kekerasan terhadap kelompok minoritas ini dan telah terbukti. Ada ratusan serangan terhadap Ahmadiyah dalam beberapa tahun terakhir.”
Berbagai organisasi muslim fundamentalis telah dituduh mengatur kekerasan terhadap kelompok keagamaan minoritas di Indonesia. Murhali Barda, Ketua FPI Bekasi berada di tengah-tengah protes anti-Kristen tahun 2010. Ia mengatakan sementara ia mendukung diversitas, organisasinya tidak akan membiarkan begitu saja kelompok- kelompok lain yg hendak membuat muslim pindah agama atau menghina agama mereka.
Murhali mengatakan apabila berkenaan dengan hal yg sangat prinsip seperti Nabi atau Allah, umpamanya menghina Allah, atau dalam nama Allah mereka akan mengangkat senjata. Murhali kemudian ditahan karena terlibat dalam kekerasan di Bekasi itu.
Setelah rekaman video yg menunjukkan serangan atas Ahmadiyah, Presiden SBY mengatakan kelompok-kelompok yg terlibat dalam perencanaan kekerasan tersebut akan dibubarkan.
Sunny Tanuwidjaja, seorang analis politik dari CSIS Jakarta mengatakan, meningkatnya kekerasan keagamaan mengancam fondasi demokrasi bangsa. Ia mengatakan, “Jika kita membiarkannya tumbuh subur, dalam jangka panjang hal ini akan menjadi ancaman keamanan, biar suka ataupun tidak dan sebuah ancaman politik serta membuat kawasan ini tidak stabil.
Dia membandingkan ancaman tersebut dengan terorisme. Indonesia terus mengambil tindakan tegas untuk membubarkan kelompok-kelompok teroris. Polisi telah menahan atau menewaskan ratusan tersangka teroris. Abu Bakar Bashir, seorang ulama radikal yg dituduh terlibat dalam pemboman mematikan di Bali 2002, saat ini sedang diadili untuk ketiga kalinya.
Video serangan terhadap para anggota Ahmadiyah itu menunjukkan bahwa para polisi terlihat tidak mampu atau tidak bersedia untuk menghentikan kekerasan tersebut.
Tanuwidjaja mengatakan di masa lalu presiden enggan bertindak karena ia memerlukan dukungan organisasi Islam yg bersimpati kepada kelompok fundamentalis. Menurutnya, “Pemerintah harus bertindak. Pertanyaannya adalah apakah pemerintah punya tekad dan kepentingan politik untuk bertindak mengenai ini”
Untuk mengekang kekerasan keagamaan di Indonesia dan untuk mempertahankan pembangunan demokrasi negara tersebut, Kata Tanuwidjaja, pemerintah perlu mendukung supremasi hukum untuk mengendalikan massa.