Taliban hari Selasa (13/7) memperingatkan bahwa jika Turki memperluas kehadiran militernya di Afghanistan, kelompok Islamis itu akan menganggap pasukan Turki sebagai “penjajah” dan akan mengobarkan “jihad” terhadap mereka.
Peringatan itu disampaikan di tengah adanya gerakan medan tempur baru yang menurut para kritikus menunjukkan bahwa Taliban sedang merencanakan pengambilalihan Afghanistan secara militer, yang merupakan pengingkaran janji perdamaian yang telah mereka sepakati, dan meningkatkan prospek terjadinya perang saudara besar-besaran.
Amerika Serikat telah meminta Turki untuk mengamankan bandara Kabul setelah semua pasukan Amerika dan NATO ditarik dari negara itu pada akhir bulan depan.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan pada hari Jumat (9/7) tanpa merinci bahwa dia telah setuju dengan Washington mengenai “ruang lingkup” terkait bagaimana mengamankan dan mengelola bandara itu.
Taliban mengutuk kesepakatan itu, menyebutnya “tercela” dan menuntut Turki meninjau kembali keputusannya.
“Kami menganggap tetap hadirnya pasukan asing di tanah air kami oleh negara mana pun dengan dalih apa pun sebagai pendudukan. Perpanjangan pendudukan akan membangkitkan emosi kebencian dan permusuhan di dalam negara kami terhadap para pejabat Turki dan akan merusak hubungan bilateral,” demikian bunyi pernyataan Taliban.
Keamanan dan kelancaran operasi bandara internasional Hamid Karzai di ibukota Afghanistan sangat penting untuk menjaga misi-misi diplomatik dan organisasi-organisasi asing yang beroperasi di Kabul, di mana ledakan bom Selasa (13/7) menewaskan sedikitnya empat orang.
Ratusan tentara Amerika diperkirakan akan tinggal di ibu kota Afghanistan itu untuk menjaga kompleks kedutaan besar AS di sana. Pasukan Taliban secara dramatis memperluas kontrol teritorial mereka di Afghanistan dengan menguasai sejumlah distrik tanpa perlawanan sejak pasukan AS secara resmi mulai menarik diri dari negara itu pada awal Mei. [lt/jm]