Tembakan artileri bertubi-tubi hari Rabu oleh pasukan Suriah di kubu oposisi Homs dan tempat lain telah menewaskan sedikitnya 74 orang, termasuk dua wartawan Barat.
Pemerintah Prancis mengidentifikasi wartawati yang tewas itu bernama Marie Colvin, seorang koresponden perang terkemuka warga Amerika yang bekerja untuk surat kabar Inggris Sunday Times, dan seorang wartawan foto Prancis Remi Ochlik.
Para aktivis mengatakan beberapa wartawan lainnya luka-luka dalam serangan terhadap media center darurat di distrik Baba Amr di Homs dan bahwa gedung itu tampaknya telah sengaja ditargetkan.
Perdana Menteri Inggris David Cameron mengenang Colvin. Ia mengatakan, "Koresponden asing berbakat dan dikagumi dari Sunday Times, Marie Colvin, telah tewas akibat tembakan artileri di Suriah. Ini mengingatkan risiko yang diambil wartawan untuk memberitahu dunia mengenai apa yang terjadi dan berbagai peristiwa mengerikan di Suriah dan doa kami menyertai keluarga dan teman-temannya."
Organisasi Reporters Without Borders yang berbasis di Paris memberitahu VOA pihaknya kini menyelidiki apakah pasukan Suriah sengaja menarget gedung tersebut.
Pemerintah Suriah mengeluarkan pernyataan bahwa mereka tidak tahu-menahu bahwa wartawan-wartawan itu berada di Suriah. Suriah tidak mengizinkan wartawan asing berkeliaran secara bebas dan bahwa sebagian besar wartawan tidak dibolehkan masuk ke Suriah.
Selagi krisis itu meningkat, PBB mengatakan hendak mengirim kepala misi kemanusiaan, Valerie Amos, ke Suriah untuk memperoleh akses masuk bagi para pekerja bantuan yang berusaha menyalurkan bantuan darurat.
Kelompok oposisi utama Suriah di Paris hari Rabu mengatakan bahwa intervensi militer asing mungkin merupakan satu-satunya cara untuk menjamin bantuan darurat dapat menjangkau mereka yang terjepit di tengah-tengah akibat bentrokan itu.
Sementara, Presiden Prancis Nicolas Sarkozy mengatakan kematian itu menunjukkan bahwa sudah waktunya bagi pemerintahan Presiden Bashar al-Assad berakhir. Menteri Luar Negeri Alain Juppe menyebut insiden itu sebagai "pembunuhan", sementara Departemen Luar Negeri Amerika mengatakan ini adalah" satu lagi contoh kebrutalan tak tahu malu oleh pemerintah Suriah."