Tim penyidik dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak Rabu malam pukul 21.45 tiba di kediaman pribadi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto, tersangka kasus korupsi kartu tanda penduduk (KTP) elektronik, di Jalan Wijaya nomor 13, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Pihak keluarga yang sempat melarang tim penyidik KPK masuk ke rumah, akhirnya memberikan ijin. Tim itu diterima oleh istri Setya Novanto dan pengacara Frederich Yunadi. Namun setelah tiga jam, tim penyidik akhirnya meninggalkan rumah tersebut.
Kedatangan tim penyidik KPK ke rumah Setya memang untuk menangkap Ketua Umum Partai Golongan Karya tersebut, namun upaya itu gagal karena yang bersangkutan tidak berada di lokasi.
Dalam jumpa pers di gedung KPK, Kamis (16/11) dini hari, juru bicara KPK Febri Diansyah membenarkan pihaknya telah mengeluarkan surat perintah penangkapan atas nama Setya Novanto. Ditambahkannya, perintah penangkapan itu dikeluarkan setelah tim penyidik memiliki bukti kuat untuk segera menangkap tersangka Setya Novanto.
KPK juga sudah memanggil Setya untuk diperiksa sebagai tersangka pada Rabu (15/11), tapi yang bersangkutan tidak datang. Sepanjang kemarin, Setya justru memilih memimpin rapat paripurna DPR.
Febri mengatakan pihaknya masih berupaya keras mencari Setya Novanto, namun menolak merinci dimana tim penyidik itu disebar untuk menemukan orang nomor satu di Partai Golkar tersebut.
"Jadi kami harapkan kalau ada itikad baik, masih terbuka kemungkinan bagi saudara SN (Setya Novanto) untuk menyerahkan diri ke kantor KPK dan proses hukum ini akan berjalan lebih baik," kata Febri.
Hingga Selasa (14/11), lanjut Febri, KPK memanggil Setya sebagai saksi dan tersangka. Karena itu, dia menilai segala upaya persuasif terhadap Setya dalam penanganan perkara korupsi KTP elektronik sudah maksimal dilakukan.
Febri mengatakan jika memang belum dapat ditemukan, KPK akan mengeluarkan surat daftar pencarian orang (DPO) terhadap Setya, tetapi belum memastikan kapan hal itu akan dilakukan.
"Kalau nanti belum ditemukan, kami akan mempertimbangkan lebih lanjut dan berkoordinasi juga dengan Polri untuk menerbitkan surat DPO, karena proses penegakan hukum upaya pemberantasan korupsi harus dilakukan semaksimal mungkin dan prinsip semua orang sama di mata hukum perlu kita lakukan sesuai dengan aturan hukum berlaku," tambahnya.
Sekali lagi Febri mengingatkan kepada Setya bahwa belum terlambat bagi politikus Golkar tersebut untuk menyerahkan diri kepada KPK. Dia menegaskan sikap kooperatif Setya akan jauh lebih baik untuk proses penanganan perkara ini dan yang bersangkutan. Termasuk jika ada hal-hal yang akan dibantah, yang tentunya bisa langsung disampaikan kepada penyidik.
Febri belum mau berkomentar ketika diatanya apakah ada kemungkinan Setya kabur keluar negeri. Namun mengatakan pada 2 Oktober lalu telah meminta pihak imigrasi untuk mencegah Setya Novanto meninggalkan Indonesia.
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Mahyudin sudah sejak sore berada di rumah Setya Novanto di Jalan Wijaya nomor 13. Mahyudin mengatakan menurut ajudan, hingga Magrib tadi Setya Novanto masih berada di rumah. Tetapi ketika Mahyudin tiba, ia sudah tidak ada. Mahyudin mengaku datang ke rumah Setya atas inisiatif pribadi sebagai bentuk solidaritas pada koleganya. Sebelumnya dua elit lain Partai Golkar, Robert Kardinal dan Kahar Muzakir, sudah lebih dulu meninggalkan kediaman Setya.
Di dalam rumah, tambah Mahyudin, ketika itu cuma ada sang istri dan pembantu rumah tangga.
"Nggak ada yang infokan, sore saya nggak ketemu. Ibu baik-baik dan sehat. Beliau tabah. Tolong doa saja buat keluarga beliau supaya diberi kekuatan dan segera keluar dari masalah ini," ujarnya.
Mahyudin mengaku tidak mengetahui apa saja yang dibicarakan antara tim penyidik KPK dengan istrinya Setya dan pengacara tersangka; termasuk apa yang dilakukan di dalam rumah Setya selama tiga jam. Ditambahkannya, Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar meminta agar proses hukum terhadap ssang ketua umum berjalan profesional. Dia meyakini DPP Golkar akan memberikan bantuan hukum bagi Setya. [fw/em]