Tiga orang mantan Presiden Republik Indonesia, yaitu BJ Habibie, Megawati Sukarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), berpidato dalam dialog kebangsaan bertemakan, "Mengelola Keragaman, Meneguhkan Keindonesiaan," Selasa (15/8) di Auditorium Gedung LIPI Jakarta. Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Megawati dalam pidatonya mengritik sikap beberapa kelompok yang bermaksud mengganti ideologi bangsa Indonesia Pancasila dengan ideologi lain.
“Kita mau bicara Pancasila, sekarang masih ada orang yang sepertinya tidak setuju Pancasila. Ya monggo, tapi ga usah maki-maki orang. Datang saja. Mari kita debat. Kalo sudah subyektif, lalu pokoknya pokoknya pokoknya, ya sudah berhenti,” ujar Megawati.
Megawati dalam kesempatan itu juga menyinggung adanya tudingan bahwa Joko Widodo adalah Presiden yang diktator, terkait dengan di terbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang nomor 2 tahun 2017 tentang organisasi masyarakat (ormas).
Seperti diketahui, dengan diterbitkannya Perppu ini, Pemerintah berwenang membubarkan sebuah ormas yang bertentangan dengan Pancasila.
“Presiden dibilang diktator? Saya bilang sama dia, lalu buat apa ya termasuk saya susah-susah buat reformasi. Sekarang dibilang diktator. Saya bilang, eh orang itu pengecut. Datang baik-baik, jangan omong lagi di medsos. Bullying orang ga jelas. Tunjukan sikap kamu! Ga boleh Presiden bikin Perppu? Lalu kalau negara dalam bahaya? Piye?” lanjut Megawati.
Sementara itu, mantan Presiden BJ Habibie menegaskan masyarakat Indonesia adalah masyarakat pluralis berke-Tuhanan.
“Kita berpegang pada UUD 1945. Kita adalah suatu masyarakat yang pluralistik. Tapi memiliki bahasa satu, perilaku yang sama, dan agama kita mayoritas yakin rakyat Indonesia percaya adanya Tuhan Yang Maha Esa,” ujar Habibie.
Habibie juga mengingatkan, meski Islam adalah agama mayoritas namun Indonesia bukanlah negara agama melainkan negara kesatuan dengan ideologi Pancasila.
“Walaupun mayarakat Islam terbesar kita bukan negara Islam. Kita adalah negara yang percaya Tuhan Yang Maha Esa Sang Pencipta. Nah ini adalah dasar kehidupan kita. Nah karena itu Pancasila bukan hasill dari satu generasi. Bung Karno sendiri mengatakan bahwa Pancasila itu dia gali dari tubuh bangsa Indonesia,” lanjut Habibie.
Mantan Presiden SBY yang menjadi pembicara ketiga, memastikan dukungannya kepada Jokowi selaku Presiden untuk mengokohkan Indonesia kedepan.
“Saya dukung penuh Presiden, kepala negara, kepala pemerintahan sekarang ini untuk memperkokoh ke Indonesiaan kita,” ujar SBY.
Meski demikian, SBY mengingatkan Jokowi agar senantiasa melibatkan seluruh elemen bangsa dalam membangun Indonesia.
“Dengan harapan, ajaklah kami semua, libatkan kami semua rakyat. Karena tidak ada yang tidak mencintai rakyatnya, bangsanya dan negaranya. Jadi bukan hanya tugas beliau-beliau. Tugas kita semua,” lanjut SBY.
Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI Syamsuddin Harris usai acara memastikan pemerintahan Jokowi mampu mengatasi adanya kelompok-kelompok intoleran dan anti demokrasi di Indonesia. Namun ia berpendapat, Pemerintah harus lebih tegas dalam melakukan penegakan hukum terhadap dominasi kelompok yang anti Pancasila.
“Sejauh ini Pemerintah sudah cukup kondusif. Tapi butuh ketegasan dalam penegakan hukum. Nah saya pikir, penegakan hukum ini kata kuncinya. Sebab anda tau, demokrasi tanpa hukum itu ya anarki. Akan muncul kelompok-kelompok dominan, baik atas nama agama maupun etnik. Itu bisa menghancurkan kehidupan kolektif bangsa kita,” ujar Syamsuddin Harris.
Tiga mantan Presiden Megawati, Habibie dan Susilo Bambang Yudhoyono dalam acara dialog kebangsaan ini menyampaikan pidato politik masing-masing secara bergantian. Usai Megawati menyampaikan pidato, BJ Habibie melanjutkan dengan pidatonya, dan kemudian SBY memberikan pidato sebagai penutup. Megawati dan Habibie sempat berfoto bersama, demikian pula Habibie dengan SBY. Namun Megawati usai berpidato langsung meninggalkan lokasi acara sehingga tidak sempat bertemu dengan SBY. [aw/lt]